SBDN Bab 16. Pentol

 


Kali ini Napisa tidak menangis. Dia hanya kesal suaminya itu membahas poligami. Akan tetapi, Napisa yakin jika Hafni cuma iseng dan tak berniat ingin berpoligami. Walau begitu, Napisa tetap sebal dengan sikap nyebelinnya suaminya itu. 


Di sofa, Hafni bermain game di ponselnya. Ia dan Meff telah selesai membahas tentang yang tidak disukai kaum hawa. "Bang..." ucap Napisa menghampiri Hafni. Lelaki itu melepas ponselnya dan membuka kedua tangannya, agar istrinya memeluknya. 


"Iya, iya Sayang. Udahan ngambeknya ya Sayang? Masih kesal sama Abang? Kangen ya sama Abang, hehe. Abang juga kangen loh sama istriku tercinta. Iya-iya peluk aja Abang erat-erat. Abang bolehin kok. Yang penting, asalkan kamu bahagia... Owohooo wooo, asalkan kau bahaaagiaaa..." 


Ucapan Hafni diteruskan dengan nyanyian seperti itu, membuat Napisa sedikit tenang, damai, dan mulai tak kesal lagi. Namun, perempuan itu bertanya untuk memastikan jika suaminya tadi cuma iseng saja. Tidak ada keinginan berpoligami. 


Tentu saja pertanyaan itu membuat Hafni terbahak-bahak. Hafni pun mengaku sengaja memilih topik pembicaraan tentang poligami. Agar istrinya dan para wanita yang lain ketar-ketir, atau lebih tepatnya sangat kesal pada Hafni dan Me Ffulan, sebagai penulisnya. 


Kemudian Hafni bicara untuk menenangkan istrinya itu. "Udah ya Sayang. Kamu gak usah khawatir, santai dan do'akan juga supaya Abang setia berjodohkan kamu seorang. Karena mencintaimu... adalah hal terindah di hatiku, moga aku tak kecewakan kamu. Memilikimu... harta terbaik di dalam duniaku. Semoga kita slalu bersama, ke surga..." jelas Hafni sambil bernyanyi. 


Mereka pun bercanda dan saling tertawa. Tak lama kemudian, Hafni pun merasa sedikit lapar. Pria itu ingin mengajak istrinya membeli jajanan. Tak lain adalah pentol dan sejenisnya. Itulah salah satu makanan favorit Hafni. 


***


Hafni bercerita bagaimana ia bisa menyukai jenis makanan itu. Sebelumnya ia hanya sekadar makan pentol kalo ada dan mau. Berjalannya waktu, saat ia kuliah dan kurang menjaga pola makannya, ia sakit maag. 


Lalu untuk mengisi perutnya, ia hanya berselera makan pentol di pinggir-pinggir jalan. Penjual pentol ada banyak bertebaran di mana-mana di Kalimantan, lebih tepatnya Kalimantan Selatan. Karena Hafni orang situ.


"Dan akhirnya Abang lebih sering makan pentol Sayang. Pentol itu juga gak harus yang biasa, kek bakso gitu. Bisa pentol telur goreng, atau ada yang nyebutnya pentol Bak-bak. Sempolan juga suka, sosis goreng atau bakar, jajanan yang pake tusuk pentol gitu Sayang. Tapi bisa juga Abang kurang suka ciloknya, sebab cilok waktu itu gak ada. Cuma pedagang Jawa aja yang ada ciloknya. Kalo Banjar mah kagak ada. Ya itu dari pengalaman Abang nih ya. Sebab beda orang... beda lagi pengalamannya."


Napisa mendengar itu tak begitu paham sepenuhnya. Yang jelas dia mengetahui jika suaminya itu suka pentol saat sakit maag-nya kambuh. Sebelum kuliah, Hafni juga merasa sakit maag. Meskipun tak langsung memeriksanya ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. 


"Cie-cie, ada yang lagi mesra nih. Traktir Ayya dong Kak!" pinta Ayya datang tiba-tiba. Kebetulan pedagang pentol ini ada tempat duduk, meja dan payungnya. Jadi pembeli bisa santai di situ.


"Yee, ada gadis jomblo. Iya-iya pesan aja sana!"


"Hehe, makasih ya Kak Hafni ganteng dan Kak Napisa cantik..."


"Hmm, pas ada maunya muji-muji. Biasanya enggak," sindir Hafni becanda. "Iiih, Kak Hafni nih. Mana ada gitu..." ucap Ayya lalu cemberut. Penjual pentol itu pun ikut tertawa saat Hafni tertawa. Sedangkan Napisa cuma bisa tersenyum, lalu melanjutkan makan pentolnya. 


"Eh Ayy, mau Kakak panggilin Yadi gak? Biar kamu ada teman ngobrol. Walau terlihat kek dikit bicara gitu, tapi dia juga jago ngomong loh. Kayak kamu, apalagi kamu kelihatan cantik dan masih jomblo... hahah."


"Iiih, apaan sih Kak. Dasar nyebelin," ungkap Ayya. "Kak Nap, tolong pukul nih cowok. Biar gak usil lagi. Entar kebiasaan Kak, iseng gitu. Kalo Ayya jadi Kak Napisa, udah bonyok tuh Kak Hafni. Untung Kak Napisa sabar ya. Jika nggak, udah stres tuh Kak Hafni. Hahaha," seloroh Ayya tak kalah cerewet. Untung saja tak ada pembeli lain. Jika ada, mungkin merasa terganggu dengan Hafni dan Ayya. Tapi bisa jadi, ikut merasa senang. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sana Poligami!

SBDN Bab 11. Kok Bisa Setia?

Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 8. Diundang Podcast