SBDN Bab 11. Kok Bisa Setia?
Bab 11. Kok bisa setia?
Suatu hari setelah makan siang, Hafni mengajak ngobrol istrinya di sofa. Napisa tak lagi suka melamunkan kehamilan serta mimpi buruk, seperti hari-hari sebelumnya.
"Sayang sini dong, Abang mau cerita... Tenang Sayang, Abang gak ke kantor lagi kok, jadi bisa lama-lama sama istriku tercinta. Itu loh, karyawan Abang ada urusan tentang pernikahannya. Iya si Uden mau nikah, udah melamar katanya. Abang suruh aja tuh buat persiapan-persiapannya, eh kok ceritain si Uden sih. Kan Abang mau cerita yang lain ini... kamu sih cantik banget, Abang jadi gak fokus ceritanya. Hahah," canda Hafni yang membuat Napisa tak bergeming.
Hafni pun kembali bawel. Kebetulan hujan deras tiba-tiba turun. Membuat Hafni minta dipeluk sambil bercerita. Napisa pun menuruti keinginan suaminya. Bahkan biasanya juga sering begini. Udah kebiasaan mereka, sering berpelukan. Kadang Hafni yang meminta, kadang Napisa dengan manjanya yang mau dipeluk.
"Nah jadi Abang mau cerita tentang buku barunya Me Ffulan Sayang. Ya itu loh penulis favorit Abang baru-baru ini. Beberapa buku juga udah Abang beli kan, kamu juga pernah baca. Ya walau enggak terkenal layaknya penulis profesional lainnya, tapi Me Ffulan bagus kok kalo menurut Abang."
"Tulisannya sederhana dan mudah dipahami. Kali ini genrenya drama, keluarga, dan romansa Sayang. Lebih serius, tak banyak komedinya. Judulnya, 'Kok Bisa Setia?'. Nah kalo sekilas liat judulnya kita bisa nebak-nebak tuh seperti apa isi tulisannya nanti. Abang pas baca endingnya, yakni alasan kenapa seorang suami itu bisa setia... beuh jadi baper dan terharu banget Sayang."
Sebelum Hafni lanjut cerita, ia meminta istrinya nanti sambil nanya di tengah-tengah cerita, biar Napisa tak tidur. Dan bisa ketahuan nyimak atau enggak. Tak lupa ia mau bikin air minum sendiri, Napisa langsung mau membuatkan air minumnya. Hafni bilang gak mau merepotkan istrinya mulu, jadi mau bikin sendiri.
Karena Napisa tak mau suaminya bergerak sendiri, jadi dia memutuskan berdua saja bikinnya di dapur. Hafni pun setuju. "Kamu kadang aneh Bang, biasanya kebanyakan suami itu minta bikinin air minum pada istrinya. Ini kamu mau bikin sendiri Bang," ungkap Napisa sedikit heran.
Hafni menjawab jika ia bukan tipe suami yang suka menyuruh-nyuruh. Kalo ia bisa sendiri ya kerjain sendiri, tanpa harus membebankan istrinya. Karena ia juga tau Napisa juga bisa capek, bisa kesal dan merasa terpaksa melakukannya jika banyak suruhan.
Setelah mereka membuat air minum bersama. Mereka pun kembali ke sofa. "Ya udah lanjut cerita Bang!"
"Eh kirain lupa, yodah-yodah Abang lanjut ya. Tapi sampai mana tadi Sayang?"
"Abang belum mulai ceritanya, cuma bahas penulis Me Ffulan dan opini Abang aja tadi..." jelas Napisa. Hafni mengangguk-ngangguk, sambil meledek. Menyempatkan usilin istrinya sampai cemberut.
Setelah itu Hafni pun mulai ceritanya. Tokoh utama ada Fredy, sebagai suami. Dan Aurolva, sebagai istrinya. Mereka merupakan suami-istri yang dijodohkan oleh ayahnya Aurolva, pak Dyansi. Itu juga salah Aurolva sendiri, sebab telah mengundang beberapa temannya di waktu yang telah ditentukan untuk acara akad nikahnya.
Pak Dyansi juga diminta putrinya itu mengundang rekan, sekaligus beberapa karyawan pentingnya. Namun tak diduga, pak Dyansi bertemu pacar Aurolva tengah bermesraan dengan cewek lain di sebuah kafe. Pada awalnya beliau tak kenal, tapi beliau pernah lihat wajahnya itu di ponsel putrinya.
"Hey kau, bukannya kau pacarnya Aurolva, anakku." Mendengar itu Hendra langsung kabur. Tak lupa ia juga menelpon pada Aurolva agar membatalkan pernikahan mereka. Di situlah mulai berantakan rencana Aurolva.
Sang Ayah juga terlanjur mengundang beberapa teman bisnisnya. Jika dibatalkan, dimana meletakkan muka pak Dyansi. Perlu diketahui, di kota tempat tinggal mereka, pernikahan yang batal itu merupakan aib yang besar. Apalagi jika itu terjadi pada pemilik perusahaan besar seperti pak Dyansi.
Singkat cerita, pak Dyansi bimbang mencari pengganti calon suami putrinya. Fredy yang merupakan karyawan biasa, telah biasa pulang telat lantaran membantu petugas kebersihan perusahaan itu. Hingga ia tak sengaja melihat bos besarnya sangat galau.
Singkat cerita lagi. Akhirnya Fredy jadi calon suami Aurolva. Karena tau Fredy anak yang baik, tak segan-segan pak Dyansi memberikan status presiden perusahaan kecil di kota lain pada Fredy. Aurolva pun tak bisa menolak jika ayahnya turun tangan begini.
Mereka pun nikah tanpa cinta. Terlebih Fredy, sang pria berhati es. Dingin dan keras, tak bisa jatuh cinta begitu mudah. Salah satu alasannya, ayah pengasuh panti asuhannya dulu telah meninggal dunia. Membuat Fredy bagai tak punya hati, tuk mencinta seseorang. Namun sikapnya tetap sopan dan baik hati.
***
Hafni istirahat dulu ngomongnya, meminum air minumnya. Napisa tampak antusias menunggu suaminya melanjutkan kisah tadi.
"Kamu gak ngantuk kan Sayang, kalo enggak, Abang lanjutin nih." Napisa menggeleng cepat. Hafni pun melanjutkan ceritanya.
"Abang persingkat lagi ya ceritanya. Gini Sayang... Aurolva itu bikin kayak surat perjanjian pernikahan. Inti surat itu, Fredy tak boleh menyentuh hingga berusaha membuat Aurolva jatuh cinta padanya. Dan satu tahun nanti, mereka cerai. Sebagai balasan, Aurolva tak ingin diberi nafkah apapun, bahkan Aurolva yang memberi uang tiap bulannya dengan angka yang cukup tinggi."
"Lalu satu tahun berlalu, tapi Aurolva kecelakaan yang membuatnya koma. Pak Dyansi tau semuanya, jika pernikahan mereka tak baik seperti yang beliau kira. Begitu juga dengan Andi, teman dekatnya Fredy. Helda, orang yang mencintai Fredy sejak masih di panti asuhan. Serta Jezika, temannya, Aurolva yang juga mencintai Fredy."
"Mereka tanya tuh kenapa Fredy masih setia pada Aurolva. Bahkan pak Dyansi juga tak masalah jika Fredy ingin menikah dulu, baru nanti mengurus perceraian dengan Aurolva. Fredy tak mau menjawab begitu saja. Ia mau menjawab jika Aurolva nanti telah siuman. Sontak dalam hati empat orang itu berkata, 'Kok bisa setia?'. Kalo menurut kamu sendiri, gimana Sayang? Kenapa Fredy bisa setia gitu?"
Napisa pun memikirkan pertanyaan barusan. Lalu Hafni ditelpon adik angkatnya. "Oh iya Yad, nanti Kakak ke situ ya. Yodah, assalamualaikum."
"Kenapa Bang," tanya Napisa. "Itu adik angkat Abang si Yadi minta tolong di jemput di lapangan bola. Ia neduh sendirian di depan rumah orang. Yang lain pada pulang, ada yang hujan-hujanan juga pulangnya. Kalo si Yadi gak mau, entar sakit katanya. Jadi Abang jemput Yadi dulu sambil kamu pikirin 'Kok bisa setia' si Fredy tadi ya," ucap Hafni lalu bersiap menjemput Yadi.
Komentar
Posting Komentar