SBDN Bab 14. Peniru Kecil
Malam ini Hafni dan Napisa rebahan lagi, di padang rumput menikmati bintang menyala di atas sana. "Lihat ini Sayang... Me Ffulan baru posting tulisannya. Ia ikutan event nulis. Tapi menurut Abang, si Meff ini keknya sedang merendah tuk meninggi gitu. Pake judul, 'Penulis Sederhana' segala. Mana bilang belum nikah lagi... Huh, dasar jomblo, hahah. Untung Abang udah nikah ya sama kamu, kalo nggak... bisa jomblo juga."
"Gak boleh gitu Bang... masa ledekin penulis idola sendiri sih," ucap Napisa yang membuat Hafni cuma nyengir doang. Mereka pun beranjak dari situ. Gerimis mulai datang, suhu pun kian mendingin. Para pemotor menambah kelajuannya agar cepat sampai, hingga tak sempat menemui hujan.
***
"Bang... udah lama ya kita nggak ke taman."
"Nah betul tuh Sayang, udah lama ya kita nggak ke taman. Gimana kita esok ke taman. Kan kita udah lama tuh gak ke sana, jadi ke sana aja kita ya. Nanti di sana kita ngapain aja, terserah kamu. Asalkan kamu bahagia, yang jelas kita lama gak ke taman ya..." Napisa pun memutarkan bola matanya, karena sedikit sebal.
Mereka pun tidur bersama, sambil berpelukan dong. Masa kagak, kan gak jomblo lagi.
Keesokan harinya, mereka berdua memakai baju nan serasi. Dengan warna biru tua yang mengademkan, pakaian mereka indah dipandang. Tentu saja menutupi aurat mereka.
"Abang, kita duduk dulu yuk di situ!"
"Iya iya, gak papa kalo kamu mau. Abang turutin kok. Asal jangan minta pengen ke planet Uranus aja, gak bisa Abang ngajak kesitu-"
"Iya Bang, udah! Nanti aja kalo mau banyak ngomong sambil duduk!" potong Napisa yang tak tahan mendengar ocehan suaminya itu. Hafni menanggapinya dengan cekikikan. Membuat Napisa semakin kesal.
"Halo Ayah, Bunda! Yuk main... jangan duduk mulu," ucap seorang anak kecil. Napisa dan Hafni kaget dibuatnya. Pikiran Napisa jadi melebar kemana-mana. "Apakah ini anak suamiku dengan istrinya yang lain?" bingung Napisa.
Namun beda dengan Hafni, ia malah terus mengajak ngobrol anak kecil itu. "Ayah kena, kejar aku Yah... gak boleh lambat!" Anak kecil itu pun berlari diikuti Hafni yang mengejarnya.
"Hahah, kamu curang. Awas kamu ya," teriak Hafni bersemangat. Napisa kini duduk sendirian. Pikirannya menjadi lebih tenang dan dapat dikendalikan. Dia berpikir, mungkin anak kecil itu cuma butuh kasih sayang orang tuanya, jadi sikapnya begitu.
Tibalah seorang wanita yang tidak terlihat tua sekali. Masih bisa dianggap muda, hanya saja terlihat bukan seperti gadis muda. "Aduh, maaf Neng... liat anak kecil segini gak. Bajunya berwarna biru juga, kayak kamu. Orangnya suka jail, banyak bicara. Tadi, suka lari-larian."
Napisa yang tau anak kecil yang disebutkan itu, lantas mengajak wanita itu berjalan saja, tak perlu mengejar anak kecil itu. Karena bocil itu bersama suaminya.
"Anak kecil itu siapanya Mbak?"
"Anakku Neng. Ia memang suka gitu. Tapi orang-orang biasanya tak terlalu peduli," balas wanita itu yang bernama Hadizah. Napisa pun sedikit tertawa.
"Kenapa tertawa Neng, ada yang lucu?"
"Enggak Mbak, maksudnya saya anak kecil mbak itu mirip kayak suami saya. Bawel dan nyebelin gitu... layaknya peniru kecil." Mbak Hadizah pun ikut tertawa. Dia menceritakan jika anaknya, Hanifan mengikuti perilaku almarhum ayahnya. Jadi, memang layak disebut peniru kecil.
Hafni dan Hanifan menengadahkan tangan mereka pada Napisa dan Hadizah. Dua lelaki itu asyik bicara sambil memakan es krim. Hingga belepotan mulut mereka berdua. Dua perempuan itu pun jadi ngomel.
Membuat Hafni dan Hanifan tertawa bersama. Sungguh kemiripan yang sama. "Ibu, Bunda, mau es krim juga nggak? Kalo mau minta aja sama Ayah. Ini aku dibeliin Ayah, enak banget es krimnya. Iya kan Yah," ujar Hanifan gembira.
"Iya iya Nak. Enak banget ya. Oh ya kalian kalo mau, pesan aja dulu sambil tungguin selesai dibikinnya. Nanti bayarnya gampang, hahah."
Mbak Hadizah pun memarahi anaknya itu, lantas si anak kabur begitu saja. Hafni ingin mengikutinya lagi, namun kini dicegat istrinya. Sebelum meninggalkan suami-istri itu, mbak Hadizah pun meminta maaf dan berterima kasih juga.
"Seru ya Bang, ketemu peniru kecil?" ledek Napisa. Hafni tertawa ringan, lalu bawelnya kambuh lagi. Sambil bicara dan jalan kaki, ia mengajak istrinya untuk membeli es krim lagi. Namun Napisa tak ingin makan es krim.
"Bang, kamu suka anak kecil mirip kayak kamu ya. Kayak anak kecil tadi... "
"Ya, bisa dibilang gitu Sayang. Tapi kalo mirip kamu juga suka kok. Yang penting anak kita berdua. Kamu juga nggak usah khawatir pengen cepat punya anak. Malahan harus cemas kalo udah punya anak. Sebab mungkin bisa kayak tadi, Abang asyik main aja sama si kecil, kamu Abang tinggalin..."
Napisa setuju akan hal itu. Niat mau menawarkan wanita tadi jadi dilupakan olehnya. Lagipula, akan sangat cemburu jika suaminya menikah lagi. Terlebih wanita tadi telah punya anak, mana si anak adalah seorang peniru kecil lagi. Jelas itu membuat Hafni bakal gak adil jika menikah dengan mbak Hadizah.
Komentar
Posting Komentar