Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 7. Lomba Dimulai
"Bang... boleh gak, aku gak ikut keluar?" ucap Napisa tiba-tiba yang membuat Hafni kaget. "Loh kenapa Sayang, kan kamu tinggal duduk doang. Liatin orang lomba, gak ngapa-ngapain. Cuma nontonin aja loh... Nah kalo Abang ikut main nantinya. Beuh... pasti seru," kata Hafni mencoba meyakinkan.
Napisa menggeleng pelan. Wajahnya menunduk, suaranya lebih rendah, tak begitu nyaring. "Aku kurang enak badan Bang."
"Oh gitu ya. Kalo gitu kamu istirahat aja ya. Atau minta temen kamu yang nememin kamu disini. Biar Abang tetap bisa main."
"Mmm, tapi Bang... aku pengen sama Abang aja," tutur Napisa sedikit manja. Hafni tersenyum, lalu ia menuruti keinginan istrinya.
Karena Hafni dan Napisa tak menyaksikan lomba, jadi untuk ketua sekaligus penanggung jawab perlombaan yakni Yadi dan Ayya. Orang-orang sudah banyak berkumpul. Ada pedagang yang sambil mengais rezeki. Ada penonton bebas pajak. Dan tentu saja ada peserta lomba.
"Lima menit lagi mulai ya... Semua ready?" seru Uden, yang mewakili ketua Yadi. Semua menganguk tanpa protes. Panitia lomba ini terpisah, sebab perlombaan juga terpisah. Untuk tim Yadi cuma beberapa orang saja. Tak seperti tim Ayya, harus banyak. Karena pesertanya banyak, jadi memudahkan jalannya lomba ini.
Ewan menghampiri Uden. "Den, umumkan peserta agar bersiap-siap. Bentar lagi pas jam delapan!" Uden pun mengambil mikrofon yang disediakan. "Lomba dimulai!" pekik Uden semangat dalam ucapan terakhirnya.
Untuk peserta lomba kelereng level dewasa jumlahnya ada 58 orang. Sedangkan level anak-anak ada 20 orang saja. Dan untuk lomba catur, berjumlah 16 gadis saja. Kalau emak-emaknya totalnya 67 orang. Setiap pertandingan waktunya 20 menit. Direncanakan lomba berakhir sebelum Zuhur tiba.
Dari dalam rumah, Napisa mendengar sorak demi sorakan. Menandakan lomba sedang berlangsung. Suara Uden dan Catriy tak begitu jelas, meski memakai mikrofon. Lalu Hafni? Lelaki itu telah ketiduran. Padahal yang kurang enak badan itu istrinya, tapi malah dia yang ketiduran.
"Maafin aku ya Bang, kamu jadi gak ikut kesana..." gumam Nafisa dalam hening. Mereka berpelukan dalam pembaringan. Walaupun Napisa memang kurang sehat, tapi sebenarnya dia ragu dan pasti cemburu jika suaminya ikut lomba dalam keramaian. Apalagi banyak cewek-cewek. Jadi dia beralasan begini, agar dia tidak hadir. Dan suaminya menemaninya.
Perlombaan pun telah usai. Semua orang menikmatinya dan merasa senang. Satu persatu pergi dan pulang ke rumahnya masing-masing. Hanya tersisa beberapa orang, yakni anggota pelaksana lomba. Napisa yang tak tidur, ingin menjenguk keluar. Yang sontak membangunkan Hafni.
"Hmm, Sayang... jam berapa ini? Kok udah terang gini ya. Apakah kita kesiangan? Eh, tunggu kamu mau kemana Sayang?"
"Cuci muka dulu Bang, kamu masih ngantuk itu!" suruh Napisa yang melihat Hafni masih loyo.
"Iya-iya Sayang. Abang nyenyak tidur nih. Sampe-sampe mimpi banyak orang pada lomba gitu. Teriak rame-rame. Tapi kok Abang gak ikut ya?" Napisa geleng-geleng kepala.
Yang terakhir pulang adalah Ayya dan Yadi. Mereka berdua pamit undur diri dan meninggalkan suami-istri itu. "Hahaha, kalo dipikirin mereka itu cocok kan Sayang. Yang satu cantik, satunya ganteng. Mana sama-sama sopan dan baik lagi. Mereka juga bisa diandalkan jadi ketua dan wakil pelaksana lomba. Alhamdulillah ya acaranya lancar tanpa ada yang ngamuk jadi Red Hulk, hehe."
Napisa ikut bersyukur juga. Namun lebih tepatnya, bersyukur karena suami gantengnya tak jadi tontonan para wanita.
***
Mereka kemudian bersiap untuk sholat Zuhur. Lalu setelah itu makan siang. Dan yang dimaksud ini bukan makan siang gratis bergizi yang ditujukan untuk anak sekolahan. Lagipula Hafni dan Napisa bukan termasuk bagian itu.
"Sayang, Sayang, Sayang... sini kemari! Liat sini, cepat Sayang! Hahah, udah viral aja ya. Wah wah ini pak Wadie jago betul mainnya. Padahal udah tua. Beuh pasti pemain legend nih. Bentar, mana video panjangnya ya. Coba cari di youtube aja nih..." seloroh Hafni berbicara sendiri.
Istrinya menghela napasnya, kebawelan suaminya tak pernah berubah. Bahkan tak jarang ngomong panjang sendiri. Tapi maksudnya bicara dengan Napisa. Tapi istrinya hanya sering nyimak ketimbang membantah atau protes. "Iya-iya Bang. Aku udah disini. Nonton apaan sih Bang?"
Hafni menyodorkan hp-nya. "Mana Bang, kok dimatiin sih?"
"Oh mati ya, kamu sih agak lambat tadi kesini. Jadi Abang matiin dulu hape Abang. Sini dulu, duduk deket Abang. Sambil peluk juga gak papa, hahah."
"Iya-iya Abang sayang..." jawab Napisa sedikit kesal.
Hafni pun menyalakan ponselnya. Lalu dengan semangat ngomong sambil nunjukin video-video tentang lomba kelereng tadi. Bahkan ada yang main kelereng di dalam rumahnya, sambil direkam. Awalnya Napisa mendengarkan bawelnya Hafni. Tapi dia mulai ngantuk dan akhirnya tertidur sambil memeluk suaminya itu.
Tak lama kemudian, Hafni menyadari istrinya tertidur begitu. Lalu ia menggendong Napisa, membawanya ke kamar. Menyelimutinya dan meletakkan guling sebagai pengganti pelukannya. Dan menaruh rekaman suara Hafni di dekatnya, agar Napisa mengira suaminya masih bersamanya.
"Hahah, saatnya beraksi. Maafin Abang ya Sayang... Abang main dulu ya. Kamu tidur yang nyenyak. Nanti kalo bangun, teriak aja panggil Abang di halaman. Lalu kamu ngomel-ngomel, hihihi." Hafni pun meninggalkan Napisa yang masih pulas. Tak lupa ia membawa kelerengnya biar bisa main bareng bocil atau manusia lainnya yang mau mabar (main bareng).
Tak butuh waktu lama, lawan pun telah tiba. Mereka bermain kelereng dengan sengit. Para penonton juga berhamburan melihat tuan rumah beraksi. Hafni beberapa kali mengenai kelereng lawannya. Kini tersisa Hafni vs pak Wadie, sang juara satu kelereng tingkat dewa. Eh bukan dewa, tapi dewasa.
Ada juga yang merekam pertandingan itu. Lalu memposting videonya, dengan keterangan Sang Juara melawan tuan rumah lomba kelereng. Tapi cuaca tak mendukung, hujan deras dengan cepatnya mengguyur membasahi mereka. Membuat pertandingan terhenti. Jadi pertandingan ini dianggap seri.
Komentar
Posting Komentar