SBDN bab 9. Perokok yang Baik

Satu bulan berlalu, kini Hafni semakin populer. Walau begitu, ia tak mau sering masuk podcast atau semacamnya. Karena baginya omongannya cuma itu-itu saja, tak jauh beda. Jadi para fansnya bisa saja mendengar atau melihatnya di video-video sebelumnya. 


Hari ini, Hafni mau menjenguk temannya yang sakit. Hape-nya ia tinggal, karena Napisa masih cemburu banyak orang tak dikenal yang dm/chat suaminya itu. "Saya pergi dulu ya... " pamit Hafni pada dua anak buahnya. "Ya hati-hati bos," jawab serentak Uden dan Ewan. 


Hafni menyempatkan untuk pulang dan ganti baju. Kebetulan di rumahnya ada tiga teman Napisa. Mereka saling bicara sepuasnya. Tak ketinggalan Viah si paling banyak tanya. "Kok kamu udah pulang Bang, jam segini?"


"Mau kemana Bang?" tanya Napisa lagi. "Mau jenguk temen Sayang. Tenang istriku... temen Abang itu cowok kok. Gak jauh dari sini juga. Gimana masih cemburu sama hape? Hahah, iya-iya Abang gak bawa hape lagi kok. Udah ya Sayang, ngobrol aja sana sama temen-temenmu. Insya Allah, Abang pulang lagi kok buat makan siang..." tutur Hafni meyakinkan. 


Singkat cerita Hafni pun selesai menjenguk temannya. Merasa panas, ia pun membeli minuman dingin di kulkas orang yang jualan. Tak sengaja mendengar pembicaraan antara pembeli dan penjual itu. Setelah ia selesai membayar minumannya, ia segera menghampiri si pembeli tadi. Ia pemuda, lebih muda dari Hafni. 


"Mau pulang kemana lu? Mau ikut gak, sekalian biar lu gak capek. Tenang, gua bukan robot kok. Jadi gak mau nyulik elu, hahah." ajak Hafni pada orang itu. "Oh, iya... makasih ya Bang."


Di jalan menuju rumah pemuda itu, Hafni mengajak bicara lagi. Sampai ia tertarik untuk ikut pemuda itu. Yang mana, pemuda itu mau ke rumah temannya yang ia sebut "Perokok yang baik". 


***


"Ihhh, abang nih kemana sih. Kok jam segini belum pulang juga," sebal Napisa. Beberapa kali dia nelpon suaminya itu. Tapi dia lupa, jika hape-nya disita Napisa. Beruntung ada Ayya yang datang kesitu. "Eh Kak, kok cemberut gitu. Gegara Kak Hafni ya, hehe. Cerita dong Kak, Ayya mau denger!" ucap Ayya menggoda Napisa. 


Napisa menjelaskan sedikit. Ayya geram dan lumayan emosi. Tak sabar ingin mengomeli Hafni. Ayya pun mau mencari lelaki itu ke tokonya. "Udah ya Kak, Ayya mau nyamperin Kak Hafni dulu. Biar Ayya aja yang marahin dia. Jadi Kak Napisa cantik gak perlu ngomel lagi..." ujar Ayya dengan mimik galaknya. 


Baru 20 menit berlalu, Hafni pun tiba di rumahnya. Ia masih bernyanyi gembira, tak tau istrinya dan Ayya marah dengan sikapnya. Lalu Napisa menelpon Ayya, agar Hafni dimarahi sesuai keinginan Ayya tadi. 


"Iya-iya Ayya, iya... Kak Hafni gak gitu lagi kok. Iya-iya, udah ya. Masa gadis cantik marah-marah mulu sih. Entar tambah cantik, hahah... Udah ya, assalamualaikum!" kata Hafni mengakhiri panggilan itu. Napisa masih kesal, bisa-bisanya suaminya ini tak merasa bersalah. Bahkan wajah cemberut Napisa masih nampak. Namun, Hafni ya tetap Hafni. Ia malah tersenyum senang melihat itu. 


"Iya-iya, Sayang maafin Abang ya telat pulang. Kamu udah makan belum, kalo belum... makan dulu gih! Nanti Abang mau cerita kenapa Abang bisa sampai telat begini. Eh tapi ada syaratnya dulu. Abang nunggu pelukan kamu nih... dari tadi kamu diam disitu aja. Jadi, peluk dong Sayang!"


Napisa pun mau memeluk suaminya. Walau bagaimanapun, dia sangat mencintai Hafni. Lalu Napisa dipaksa makan dulu, sebab belum makan. Hafni merayu dan menyuapi istrinya agar mau makan. Sambil makan, Hafni menceritakan kejadian tadi. 


***


Pemuda tadi bernama Rendi. Ia membelikan sedikit makanan sekaligus rokok untuk temannya, Fadhil. Di warung itulah Rendi bingung mau beli rokok yang mana. Yang membuat Hafni tertarik dengan obrolan mereka, sampai ia datang ke rumah Fadhil. 


Rendi merupakan anggota OSIS SMA yang anti rokok. Tak mau berteman dengan orang yang merokok. Hingga ia mengetahui bahwa Fadhil selama ini menyembunyikan identitasnya yang bisa merokok. Tapi anehya tak pernah merokok di sekolah atau tempat lainnya. Bahkan bau rokok pun tak keciuman darinya. 


Dari situlah Rendi menyimpulkan kalo Fadhil adalah perokok yang baik. Sempat ia kecewa dan marah, hingga tau mau berteman lagi. Tapi hari ini, ia mau mendengarkan penjelasan Fadhil. Dan disitulah Hafni juga ikut menyimak kisahnya. 


Jika ditanya kenapa Fadhil merokok, maka ia jawab, "Karena mengenang ayahnya." Lebih lanjutnya, Fadhil menceritakan kisah pahitnya bersama almarhum ayahnya itu. Waktu itu Fadhil masih kecil, masih SD. Ayahnya tak punya kerjaan pasti, cuma serabutan. Lalu dari pagi sampai sore tak memakan sesuatu. 


Hingga ayahnya Fadhil melihat kuli bangunan seperti kesakitan tubuhnya. Ia membantu kuli bangunan itu, memijit sambil ngobrol panjang. Karena telah dibantu, kuli itu hanya memberi dua batang rokok. Sebab tak punya apa-apa untuk dikasihkan. 


Dari situlah ayahnya Fadhil bisa merokok. Yang sebelumnya tak pernah merokok. Malam telah tiba, tapi tak ada makanan yang datang pada mereka. Fadhil pun terpaksa dikasih rokok juga ketimbang tak ada apapun yang dimakan. "Setidaknya dengan merokok bisa membuat mereka lebih rileks dan tenang." Begitulah kata kuli bangunan, yang Fadhil dengar dari ayahnya. 


Waktu terus berlalu. Kehidupan mereka sedikit membaik. Mereka sering merokok bersama di dalam rumah, agar asapnya tak mengenai orang lain. Dan beberapa prinsip diajarkan ayah Fadhil padanya. Sampai akhir hayatnya, ayahnya Fadhil memberikan prinsip seorang perokok yang baik. Setidaknya ada lima prinsip;


Pertama, dengan uang sendiri atau usaha sendiri. Ya, kemandirian. Jika belum bisa, maka janganlah merokok dulu. Itulah sebabnya banyak orang tua yang melarang anaknya yang merokok. Karena masih minta uang pada orang tuanya. 


Kedua, jaga kebersihan diri dan lingkungan. Salah satunya mengosok gigi, pakai wewangian serta tak berlebihan dalam merokok. Tak lupa dengan lingkungan, yaitu tak membuang puting rokok sembarangan atau tak mematikan rokok saat membuang ke bak sampah. 


Ketiga, tak mengganggu orang lain. Seperti yang dilakukan Fadhil, ia merokok hanya di rumahnya. Tak pernah di sekolah dan di tempat umum lainnya. 


Keempat, jika bisa berhenti atau merokok sewajarnya saja. Dan menyadari jika orang tanpa rokok itu lebih baik. Karena ada sebagian orang lebih penting rokok ketimbang beli makanan pokoknya. Misalnya seorang suami yang lebih membeli rokok, daripada membeli makanan untuk keluarganya.  


Kelima, jangan mengajak orang lain. Sebab orang lain itu belum tentu bisa memakai prinsip menjadi perokok yang baik.  Contohnya Fadhil tak pernah mengajak temannya merokok, bahkan ia sendiri baru ketauan bisa merokok cuma di rumahnya, tanpa orang lain. 


***

Hafni dengan bawelnya bercerita tentang Fadhil tadi. Sebenarnya bukan hanya itu yang membuat Hafni telat pulang. Tapi Rendi dan Fadhil mengajaknya makan mie instan dulu bersama.


"Menurut Abang sendiri, Fadhil itu bukan hanya perokok yang baik, tapi yang hebat. Karena tak semua perokok bisa kayak gitu Sayang. Jadi boleh gak Abang merokok? Hahah... kagak lah, Abang gak mau merokok lah. Dulu waktu kecil juga pernah coba-coba merokok, eh taunya gak bisa, malah batuk. Jadi gak pernah mau lagi cobain sampe sekarang ini."


Dari cerita tadi, Hafni bersyukur waktu kecilnya pernah gagal jadi perokok. Sedangkan Napisa bersyukur kalo suaminya gak macem-macem atau tertarik dengan cewek lain. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sana Poligami!

SBDN Bab 11. Kok Bisa Setia?

Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 8. Diundang Podcast