SBDN Bab 12. Maafin Abang
"Kak, sebenarnya Yadi sengaja minta jemput Kakak... Yadi mau bicara sesuatu Kak!" ungkap Yadi setelah Hafni sampai di tempatnya berteduh.
"Oh gitu ya. Yodah, kita gak ngomong disini kan? Gimana di warung makan, makan bakso kita. Oh iya, kamu kan suka mie ayam ya... udah lama juga Kakak gak ngajak kamu makan bareng," balas Hafni dengan senang hati.
Mereka pun menuju warung makan yang menjual bakso dan mie ayam. Mereka tidak singgah di kantor polisi, kan tak ada salah. Tak ada perlu juga.
Sedangkan Napisa menunggu suaminya dengan cemas. 30 menit telah berlalu, Hafni tak datang juga. Padahal jarak rumah mereka ke lapangan tak begitu jauh. "Kamu kemana sih Bang?" batin Napisa tak enak hati.
***
"Huh, ini kayaknya istri kakak gak main hape. Dua hape gak ada balasan ya? Yodah, kita balik dulu ya... entar urusan sama mama biar Kakak yang atur ya,"
"kalo kita lama-lama bisa merajuk istri kakak, kayak kamu dulu. Hahah," tambah Hafni lagi.
Tak butuh waktu lama, mereka telah sampai di rumah Hafni. Setelah pintu dibuka, Napisa langsung memeluk suaminya tanpa tau ada Yadi di belakang Hafni. "Sayang, Sayang... ada Yadi nih!" ucap Hafni sambil berusaha melepaskan pelukannya.
Padahal Napisa tak peduli, dia hanya khawatir dengan suaminya. Jadi butuh pelukan yang lama. Sedangkan menurut Hafni, mungkin istrinya bakal malu jika lama berpelukan begini.
"Yadi langsung balik ya Kak. Makasih banyak udah bantuin Yadi ya Kak..." kata Yadi setelah mereka tak berpelukan lagi. "Yodah, hati-hati ya! Jangan ngebut di jalan! Nanti Kakak kabarin lagi kalo udah beres sama mama," jawab Hafni.
"Kamu gak main hape ya Sayang. Tadi Abang udah nelpon dan chat kamu loh ke hape kamu, ke hape Abang juga... sekarang hape-nya mana, Abang ada perlu nih." Lalu Napisa menjawab singkat, jika hape-nya ada di kamar. Hafni tak tau kalau istrinya sedang ngambek.
Ngambek karena lama menunggu kedatangan suaminya. Ngambek dilepas pelukannya. Dan sekarang ngambek tak lanjut dipeluk lagi. Serta ngambek bahwa Hafni lebih mementingkan hape ketimbang perasaan istrinya.
Hafni pun mengambil ponselnya ke kamar. Istrinya dibiarkan di ruang tamu itu sendirian. Setelah mengambil ponsel, ia malah sibuk chattingan. Napisa pun geram, dia meninggalkan Hafni menuju kamarnya. Matanya berkaca-kaca, kini air matanya menetes begitu saja.
"Abang tega... Abang gak sayang aku lagi," emosi hati Napisa meluap begitu saja. Pintu kamarnya dikunci, tak ingin diganggu dulu. Dia masih nangis di dekat pintu kamarnya. Suaranya tak nyaring, hingga tak kedengaran bahwa perempuan ini sedang menangis.
Di ruang tamu, Hafni mulai mengirim chat pada ibu angkatnya, yang bernama Normaya.
[Hafni]: Assalamualaikum Bu, ini Hafni Bu. Udah lama ya gak chat Ibu. Apa kabar Bu. Oh ya Bu, maaf ya Hafni ganti nomor baru nih... yang dulu itu hilang Bu.
[Hafni]: Tadi Yadi cerita Bu, kalo Ibu gak enak minta bantuan sama Hafni mulu. Apalagi Ibu gak nyempatin hadir acara pernikahan Hafni. Tapi tenang aja Bu, santai aja... kayak gak kenal Hafni aja Ibu ini, hehe. Intinya nanti Hafni bakal urus dan sambil jagain adik kecil Hafni itu Bu, si Yadi. Walau bagaimana pun ia tetap adik kecil saya Bu, haha.
[Normaya]: Waalaikumussalam nak Hafni. Ibu baik kok. Maafin Ibu ya, gak minta kamu jagain Yadi lagi. Ibu mau dia gak manja lagi sama kamu. Juga kehendaknya yang mau ngekos gak Ibu bolehin. Tapi karena dia tetap keras kepala, kamu juga gak repot... ya ibu bisa apa. Makasih banyak ya nak.
Mereka terus chattingan membicarakan tentang Yadi dan hal lain. Tak lupa Hafni minta doakan agar istrinya cepat-cepat punya anak. Di lain waktu, bu Normaya juga pengen video call dengan Napisa agar bisa akrab. Lalu mereka pun mengakhiri chattingan itu.
Hafni tau istrinya sedang kesal padanya karena ia mengerjai istrinya itu. Tapi ia hanya mengerjai saat mengambil ponselnya tadi, lalu sengaja cuek dulu sambil main hape. Tapi dari tadi, istrinya masih d kamar saja.
Hafni pun menuju kamarnya. Ia membuka pintu itu yang ternyata dikunci dari dalam. "Sayang, kok pintunya dikunci sih... kamu gak tidur kan? Sayang... Sayang!? Iya-iya Abang tadi ngerjain kamu, Abang sengaja fokus main hape habis ambil hape tadi. Sayang... Abang belum selesai loh cerita tentang Fredy dan Aurolva, Abang lanjutin ya. Tapi kamu bukain pintu dulu Sayang!"
Semakin Hafni membujuk dan minta dibukain pintu, maka Napisa semakin terisak tangisannya. Entahlah, kenapa perempuan itu seperti ini. Hingga terdengarlah suara tangis Napisa, walau tak begitu nyaring. Hafni pun lumayan panik. Tak pernah istrinya seperti ini, sampai mengunci pintu dan menangis sesenggukan.
Hafni pun bersungguh-sungguh meminta maaf pada istrinya. Ia bilang akan terus meminta maaf sambil berdiri di depan pintu kamarnya. Itu berlangsung cukup lama. Adzan Ashar pun tiba, Hafni bilang ingin sholat dulu dan mengingatkan istrinya untuk sholat juga. Tapi ia akan terus meminta maaf sambil berdiri setelah sholat nanti.
Setelah dirasa suaminya telah pergi dan Napisa lumayan tenang, dia pun sholat. Sempat perempuan itu bingung, kenapa juga bisa sampai begini. "Ah mungkin aku mau ngerjain suami juga, tapi nangisnya beneran..." kata hati Napisa.
Kemudian Hafni datang dari masjid. Ia langsung melakukan hal sama di depan pintu kamarnya. Napisa pun mendengarkan permohonan maaf itu sambil senyam-senyum. Padahal pintunya tidak dikunci lagi. "Sayang, maafin Abang... Sayang, maafin Abang... Sayang, maafin Abang... Sayang, maafin Abang..." ucap Hafni terus-menerus.
Napisa yang merasa cukup mengerjai balik, langsung membuka pintu dan memeluk Hafni. Tapi lelaki itu masih bersuara tiada henti. "Ihhh, udah Bang... apa mau aku kunci lagi pintunya?" gertak Napisa yang mulai kesal. Hafni pun terdiam.
***
Malam harinya Hafni melanjutkan ceritanya tentang Fredy dan Aurolva. Ternyata alasan Fredy bisa setia adalah karena mereka tak sengaja berpelukan. Yang membuat Fredy jatuh cinta dan merasa beginilah rasanya dipeluk perempuan.
Kejadian itu terjadi dua bulan setelah pernikahan mereka. Waktu itu Aurolva tengah sakit. Tapi tak mau dirawat oleh Fredy. Lalu Aurolva menuju ke toilet sendirian setelah terbangun dari tidurnya. Dia masih pusing, hingga salah masuk kamar. Yang mana itu kamar Fredy. Pria itu juga tertidur pulas. Aurolva pun tidur di kasur itu berdua untuk pertama kalinya. Yang selama ini mereka berbeda kamar.
Bangun pagi, Fredy terkejut dan deg-degan. Tapi ada perasaan aneh, yakni jatuh cinta dan nyaman dipeluk Aurolva. Dan mulai saat itulah Fredy mencintainya hingga setia. Padahal ia tau Aurolva tak peduli padanya.
"Nah jadi gitu Sayang alasan Fredy bisa setia begitu. Namun akhir cerita mereka menyedihkan... Aurolva yang ditunggu-tunggu kesadarannya, malah tambah kritis hingga tak ada nyawa lagi dalam dirinya. Semua orang bersedih, apalagi si Fredy. Ia tak sempat mengutarakan perasaannya bahwa ia sangat mencintainya dan akan selalu setia."
"Kemudian waktu terus berlalu. Kini umur Fredy telah memasuki 60 tahun. Tapi ia masih setia, tak menikah lagi. Walau pak Dyansi pernah membujuknya agar menikah. Andi, Helda dan Jezika pun tak bisa berbuat apa-apa. Dan kisah pun tamat... Sungguh kisah yang menyayat hati Sayang. Jadi gimana, bagus kan cerita buatan Me Ffulan? Nanti kita beli ya bukunya." Napisa mengangguk mengiyakan. Dari tadi mereka berpelukan, apalagi setelah Napisa tau alasan Fredy setia tadi. Pelukannya pun semakin erat saja.
Komentar
Posting Komentar