SBDN Bab 10. Hamil
Bab 10. Hamil
"Bang, aku hamil..." ucap Napisa memecah keheningan. Walau Hafni bawel, ia juga bisa diam dan tenang. Karena banyak bicara itu membutuhkan energi.
Hafni seketika kaget, membuka mulutnya lebar-lebar. "Hah? Beneran Sayang? Kok baru sekarang sih kasih tau Abang. Kan Abang belum bikin persiapannya, kayak beli tempat tidur bayi, pakaiannya, mainannya, dan perlengkapan lainnya Sayang. Oh ya, berarti kamu ngidam nih, ngidam beneran, gak becanda kan? Mau apa Sayang, mau mangga muda, durian, anggur, pepaya, salak, atau tomat? Atau mau ikan-ikanan, kek ikan nila, lele, piranha, salmon, hiu dan kuda nil. Eh kuda nil bukan ikan ya, hehe. Jadi mau apa Sayang, kok diam aja?"
Napisa sedikit cemberut. "Ya gimana mau ngomong Bang, Abang aja bawel mulu dari tadi. Tapi sekarang aku gak pengen apa-apa. Cuma mau dipeluk aja, sama kamu Abang sayang," manja Napisa malu-malu. Hafni pun tertawa puas, lalu memeluk istrinya dengan bahagia. Tak lupa ia melanjutkan bawelnya.
"Eh eh, Abang baru ingat... nama untuk anak kita nanti saha euy? Kamu udah ada nama-nama calon bayi kita Sayang? Kalo belum, ya kita pikirkan dari sekarang. Kalo udah, ya kamu simpan dulu. Abang mau cari nama yang kepikiran oleh Abang sendiri. Nanti kita diskusi kalo udah ada 20 nama-namanya. Itu 10 nama anak cowok dan 10-nya lagi nama anak cewek. Gimana Sayang, setuju gak?"
***
"Sayang, Sayang... kok kamu diam aja dari tadi, kamu melamun ya. Mikirin apa Sayang. Abang udah capek loh banyak cerita ini itu, eh kamu malah bengong sendiri... Abang ngajak kamu disini ya emang buat liat indahnya pemandangan malam yang berwarna biru gelap, dihiasi bintang-bintang gemerlap. Tapi gak harus sampai melamun juga Sayang. Coba kamu bilang, kamu melamun apa Sayang?" desak Hafni pada istrinya yang baru sadar dari lamunannya tadi.
Ternyata Napisa hamil tadi cuma hayalannya saja. Napisa pun jujur pada Hafni tentang pikirannya tadi. Hafni pun dengan bijak membuat Napisa jadi tenang kembali. Mereka pun pulang ke rumah. Di jalan saat bermotor, Napisa memeluk suaminya lebih erat dibanding sebelumnya. Karena apa, ya karena sayang lah masa enggak.
Sebelum sampai rumah mereka, mendekati halamannya, Hafni meminta istrinya turun terlebih dulu. Napisa bingung dong. "Kenapa harus turun sih, emang ada apaan?" batin Napisa. Lantaran Napisa merupakan istri yang penurut, jadi dia mematuhi suruhan Hafni.
"Kabur... hahah. Kamu jalan kaki ya Sayang, gak jauh kok. Itung-itung olahraga!" ucap Hafni iseng pada istrinya. Napisa melihat batu di dekatnya. "Sebenarnya aku mau melempar kamu dengan batu ini Bang. Cuma gak bisa. Karena aku mencintaimu. Eh ralat, karena aku takut sama kamu Bang. Takut kehilangan kamu sih," ungkap Napisa dalam hati.
Dalam rumahnya, Napisa mau langsung rebahan saja. Walau tadi di hamparan rumput juga rebahan, tapi kali ini sekalian langsung tidur. Tentu saja sambil pelukan lagi, dengan Hafni, suami yang bawel nan nyebelin.
***
Suatu ketika Napisa diajak Ginna menjenguk Viah yang lagi sakit. Di sana sudah ada Catriy dan beberapa teman perempuan lainnya. Walau Viah bawel versi banyak tanya, tapi wajahnya cukup menawan hingga banyak dikerumuni teman-temannya.
"Aku sebenarnya agak mual dikit Gin, tapi ya udah deh... kita jalan sekarang!" titah Napisa. "Eh kamu sakit ya, pas banget di rumah Viah ada dokter loh. Jadi kamu periksa aja di sana." Ginna dan Napisa pun berangkat. Napisa juga telah izin pada suaminya.
Tak disangka, ternyata Napisa mual sebab hamil. Teman-teman disitu ikut bergembira, termasuk Viah yang masih lemas. Tanpa pikir panjang, dia ingin pulang dan menunggu suaminya pulang ke rumah. Dia juga menelpon Hafni agar cepat pulang tanpa singgah dulu.
Sesampainya di rumah, Hafni disambut pelukan hangat seperti biasanya. Namun, Hafni menyadari jika istrinya tengah gembira. Bahkan mereka masih berpelukan. Hafni pun mengeluarkan jurus bawelnya.
"Sayang... cerita dong, kamu kenapa? Kok senang banget. Apakah kamu dapat harta karun, atau dengar berita kalo korupsi di negara kita telah sirna, atau malah kamu sedang iseng aja niru Abang isengin kamu. Bicara dong Sayang... kalo gak mau, Abang gelitikin nih!"
Napisa pun tertawa ringan. "Aku hamil Bang, aku hamil... ini beneran, gak melamun lagi." Hafni yang mendengar itu sontak terdiam sejenak. Tak ada kata yang keluar darinya. Diam saja, layaknya patung.
Lalu secara tiba-tiba Hafni pun jadi bawel lagi. Persis seperti bawelan saat Napisa melamun sebelumnya. Namun, entah mengapa waktu cepat berlalu dan perut Napisa kini semakin membesar. Hafni sering meminta istrinya tak banyak kerjaan, lebih memperhatikan diri sendiri serta kandungannya.
Tetapi Napisa sedikit keras kepala. Dia masih saja mengerjakan pekerjaan rumah semuanya. Sebelumnya juga Hafni sempat mau mendatangkan asisten rumah tangga. Napisa menolak, bahkan Hafni ingin selalu disamping istrinya juga tak dibolehkan. Katanya Hafni harus tetap bekerja.
Hingga tiba saatnya, Napisa pun kelelahan dan jatuh ke lantai. Perutnya sakit sekali. Beruntung ada Ginna yang datang saat itu. Dia memanggil dokter lalu memeriksanya. Dan ternyata kandungan Napisa menjadi keguguran. Napisa pun histeris dan jatuh pingsan.
***
Napisa terbangun dari tidurnya. Napasnya ngos-ngosan. Dengan segera dia menyebut istighfar. Hafni pun terbangun. Sebelum Napisa ingin menceritakan mimpi buruknya, suaminya itu berkata jangan diceritakan. Hafni menenangkan istrinya. Ia memeluk istrinya itu sampai Napisa tak gelisah lagi.
"Sayang... kamu tenang ya. Abang gak tau kamu mimpi apa, yang jelas jangan mengingat dan ceritakan itu ya. Kamu cukup berdoa pada-Nya, sambil sabar dan ikhtiar. Ada Abang di sini kok. Kamu bisa peluk Abang kapan pun kamu mau. Tapi jangan di tempat umum juga ya, entar para jomblo iri sama kita, hahah."
Entah kenapa hari ini Napisa bisa terlalu mengharapkan kehamilan. Dan mimpi buruk tadi mungkin teguran buatnya, karena tak sabar menunggu anugerah tersebut. Tapi yang jelas, dia masih bisa tersenyum dan bahagia. Karena suaminya, walau bawel lagi nyebelin.
Komentar
Posting Komentar