Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 6. Adik Angkat


Keesokan harinya, Hafni mengajak Napisa liburan. Nanti dijalan ia menjelaskan maksud liburan kali ini. Tidak seperti sebelumnya, Hafni tak memakai kostum ultramen dan menyewa mobil. Sekarang biasa-biasa saja, pakai baju yang tak sobek serta dengan motor pribadinya, bukan milik negara. 


"Eh Bang, tumben gak nyanyi?"


"Hah?" sahut Hafni. Lalu Napisa mengulangi pertanyaan yang sama. Tapi Hafni juga menjawab dengan jawaban yang sama. Sadarlah Napisa kalo suaminya sedang mengerjainya.


Hafni pun tertawa penuh kemenangan. "Kamu kangen ya sama nyanyian Abang, dengan suara Abang ini? Sebenarnya Abang nungguin kamu loh nyuruh Abang nyanyi, dan kamu tadi baru nanya doang. Jadi mau dengerin lagu apa duhai istriku cantik nan mempesona, hehe." ujar Hafni menjelaskan. 


Napisa tak peduli lagi penjelasan itu, dia dalam mood merajuk. Jadi hanya diam saja, sambil sabar mendengar ocehan demi ocehan suaminya tersebut. "Oh ya Sayang, kamu ingat gak kalo Abang pengen jelasin sesuatu. Kenapa Abang ngajak kamu jalan-jalan begini. Tujuannya pun belum ditentukan dengan pasti juga. Dan mengenai perlombaan nantinya itu gimana dan apa aja hadiahnya..."


"Hmm," balas Napisa yang berarti masih sebel dengan orang yang memboncengnya ini. Kemudian Hafni mulai menjelaskan satu persatu yang ingin disampaikannya. Seperti kenapa mengadakan lomba, lalu kok lomba kelereng dan catur aja? Apa alasannya dan lain-lain.


"Awalnya Abang kepikiran buat main kelereng aja, kangen masa kecil dulu, seru main itu. Ya banyak permainan lainnya juga yang tak kalah seru. Cuma kalo main kelereng, bisa aja sekarang ini main lagi. Nah ada ide muncul buat seru-seruan buat main bareng. Yap, ngadain lomba..."


Hafni tak berhenti bicara, motornya juga masih mulus melaju di aspal. Ia masih asyik menjelaskan tentang perlombaan itu. Lalu ia juga berkata kalo main kelereng cocok buat kaum lelaki, lantas  lomba apa yang bisa dimainkan para perempuan. Lalu timbul ide konyol, yakni lomba catur. 


Persyaratannya simpel dan gratis tanpa pajak. Ada dua regu dalam tiap permainan. Regu pertama, dari umur 0-20. Lalu ada usia 21-100 tahun. Alasannya mungkin ada bayi baru lahir mau ikutan main, atau kakek-nenek yang hebat yang bisa jadi juara. Terus mengenai hadiah, untuk juara satu dapat 320 ribu, kedua 220 ribu, ketiga 120 ribu. Ditambah sarung serta jilbab Palestina


"Bang, kita mau kemana sih? Kok belum sampai juga?" tegur Napisa mulai tak sabar. Hafni pun baru sadar jika mereka belum berhenti ke suatu tempat. Akhirnya Hafni bertanya dulu pada istrinya mau kemana. "Terserah," jawab Napisa yang kesal bukan main. 


Mendengar kata 'terserah' tak menjadikan Hafni pusing. Ia malah tertawa senang jika istrinya berkata demikian. Terus mereka singgah di suatu toko, yang ada menjual eskrim. "Sayang, kok kamu gak mau milih cari sendiri? Mau Abang aja ya yang ngambilin?" Napisa mengangguk.


Kemudian Hafni membeli beberapa eskrim. Ada yang coklat, vanila, melon dan stroberi. "Kenapa banyak sih Bang?" Hafni tersenyum saat Napisa bertanya seperti itu. Bukannya menjawab, ia malah mengambil dua eskrim lalu memakannya. 


***


"Eh, Kak Hafni?" sapa seseorang. Hafni dan Napisa menoleh ke arah orang itu. Ia terlihat muda, ganteng dan bersih. "Yadi? Wah, wah... alhamdulillah kita ketemu ya. Kamu kenapa ada disini? Mau ke rumah Kakak? Atau cuma liburan aja?" cerocos Hafni banyak bertanya. Napisa cuma bisa menyaksikan keakraban itu. 


Mereka berdua jadi asyik bicara. Sesekali Hafni mengajak istrinya untuk mengobrol bersama. Namun, Napisa hanya membalas dengan senyuman saja, tak ikut bicara. Yadi adalah adik angkat Hafni sewaktu masih di pondok pesantren dulu. Katanya bentar lagi lulus sekolah, jadi kesini mau liat-liat kampus bersama temannya. 


"Nah gimana kalo kamu ngekos dekat rumah Kakak aja? Biar kamu kalo butuh sesuatu, mudah nantinya... oh ya, pas kali di kampus yang kamu mau kuliah nanti itu ada keponakan Kakak. Tapi dia manggil 'Kakak,' bukan 'Paman'." Hafni terus saja bicara sebanyak-banyaknya. Tak lupa adik angkatnya dibelikan eskrim juga. 


Karena Yadi mau izin pamit pulang ke rumah keluarga temannya, Hafni menyempatkan bilang jika besok ada lomba di rumahnya. "Iya, insya Allah ya Kak..." sahut Yadi. Layaknya adik beneran, Yadi menyalami tangan Hafni dengan penuh penghormatan. Pas mau salaman dengan Napisa, sontak istrinya Hafni itu mengatupkan kedua tangannya, tanda bukan mahram. Yadi pun naik motor temannya, setelah tadi sempat beli sesuatu. 


"Bang, pulang yuk!" 


"Bentar, bentar... Abang mau cek hape dulu ya," kata Hafni yang langsung melihat ponselnya. "Nah, kamu liat kan banyak orang tuh di halaman kita. Mereka banyak yang daftar lomba secara offline Sayang. Pak RT lagi sibuk, jadi anak buah Abang dan Ayya termasuk temannya ngurusin ini..." jelas Hafni. 


"Oh..." balas Napisa biasa saja. Tak lama kemudian, Napisa mendapatkan panggilan. Dia mengangkatnya dan menjawab pertanyaan demi pertanyaan dari si penelpon ini, Ginna. Jadi mereka berdua lama bicara lewat ponsel. Napisa merasa bisa membalas kelakuan suaminya tadi yang asyik bicara berdua dengan adik angkatnya. 


Tanpa sadar bahwa Hafni sekarang sedang chattingan dengan adik angkatnya itu, bertanya dimana alamat keluarga temannya tersebut. Setelah tau dimana tempatnya itu, ia berencana kesana nantinya. Lalu Hafni bermain game sambil menunggu istrinya selesai nelponnya. "Bang, yuk jalan lagi!" pinta Napisa dengan lembut. 


Bukan Hafni jika tidak nyebelin. Lelaki itu masih sibuk main game. Ia masih duduk di kursi depan toko eskrim tadi, begitu juga dengan Napisa. "Abang... kamu ini ya... huh nyebelin banget. Udah ih main game-nya!" Napisa ngambek dan tangannya menyilang, yang menambah kesan sebalnya yang lebih besar. 


Akhirnya Hafni menyudahi hal itu dan siap menuju ke tempat Yadi berada. Napisa sebenarnya mau mengajak suaminya ini ke rumahnya Ginna, sebab tak jauh dari sini. Cuma gegara masih merajuk, dia mengurungkan niatnya buat bilang itu. Tanpa diduga, ternyata alamat yang dituju adalah rumahnya Ginna. Yang berarti temannya Yadi itu adiknya Ginna atau ada ikatan keluarga. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sana Poligami!

SBDN Bab 11. Kok Bisa Setia?

Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 8. Diundang Podcast