Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 5. Persiapan Lomba
Setelah sarapan pagi, Hafni membantu istrinya mencuci piring. Ia sambil bernyanyi sesuka hati, sedangkan Napisa cuma menyimak suara suaminya. "Sayang, kamu bisa main kelereng gak, atau main catur gitu. Kalo Abang bisa keduanya. Walau enggak jago-jago banget..." cerocos Hafni sambil meletakkan piring yang telah bersih.
"Gak bisa Bang, gak pernah main kelereng. Kalo catur pernah nonton aja, itu pun bikin pusing Bang, hehe." Hafni pun manggut-manggut mendengar jawaban istrinya. Lalu Napisa bertanya kenapa Hafni tiba-tiba menanyakan itu.
"Hahah, entar juga kamu tau kok. Abang mau berangkat dulu ya. Kamu masih ingat kan kalo Abang pulangnya lebih cepat... kan hari ini hari jum'at Sayang. Jadi Abang pul-" belum selesai Hafni bicara, Napisa langsung menjawab, "Iya-iya Bang, bawel banget sih..."
Hafni terbahak-bahak jadinya. Kemudian ia siap berangkat ke tokonya. Tentu saja ada ritual romantis yang mereka berdua lakukan. Napisa menyalami tangan Hafni, terus keningnya dicium Hafni, lalu berpelukan sebentar. Romantis bukan? Jomblo mah kagak bisa meniru hal ini, hahah.
Sesampainya di kantor, atau lebih tepatnya toko Hafni. Ia memanggil salah satu anak buahnya yang masih hidup dan tak bisa mengamuk. "Kira-kira bagus gak, menarik bukan?" ucap Hafni menjelaskan maksudnya pada Ewan. Pemuda itu setuju dengan rencana bosnya.
"Tapi agak susah sih bos cari perempuan yang jago atau yang paham..."
"Hmm, betul juga. Nanti kita bicarakan lagi ya," kata Hafni mengakhiri obrolan itu. Mereka lalu sibuk dengan tugasnya masing-masing. Hingga jam 11 pun tiba, tandanya toko siap untuk tutup.
"Bos kita emang unik sekaligus aneh ya, wkwk."
"Hahaha, iya lagi. Tapi gue salut sama beliau. Kok kepikiran ya ide kocak gitu," ujar Uden menambahkan. Mereka ngobrol di motornya yang menyala dan melaju melewati makhluk lainnya.
Sedangkan Hafni, asyik bernyanyi tak karuan. "Suatu masa keadaan dunia, penuh bahaya. Ancaman dari tikus-tikus berdasi, selamatkanlah kita..." nyanyian itu keluar dari mulutnya. Terus bernyanyi sampai tiba ke halaman rumahnya.
Suara motor itu terdengar oleh Napisa, membuatnya segera menyambut suami tercintanya. Jika kepergiannya dilepaskan dengan romantis, maka penyambutannya juga romantis juga dong. Namun, tak semua orang bisa melakukan seperti Hafni dan Napisa ini.
"Kamu udah tertawa belum? Kalo belum ya ketawa dong... hahah. Oh ya Sayang, nanti Abang ada kesibukan ya. Ada yang diurus, kamu gak papa kan? Gak sibuk banget kok, cuma disini-sini aja..." bawel Hafni kambuh lagi.
"Emang ngapain aja Bang?" heran Napisa.
Namun Hafni tak menjawab, membuat Napisa kesal dibuatnya. Suaminya itu terkekeh sambil berlalu, menuju kamarnya. "Ih... dasar nyebelin!" keluh Napisa lalu merajuk.
***
Singkat cerita, Hafni telah selesai sholat jum'atnya. Ia pulang dengan membawa banyak jajanan, terutama aneka pentol. "Sayang, minta tolong dong bawain jajanan ini... banyak loh ini. Nah habis itu kamu bisa menyambut Abang seperti biasa. Gak lupa kan? Pasti kamu kangen dipeluk juga nih, hahah."
"Iya-iya Abang Sayang..." jawab Napisa sekenanya saja. Hafni meminta ditaruh di meja ruang tamu, Napisa menurutinya.
"Sayang, nanti Ayya sama kawannya mau kesini loh. Katanya ada perlu, kamu temenin dia ngomong ya! Abang juga ada kesibukan, Ewan sama Uden pada datang bantuin. Pokoknya kamu tenang aja ya, Abang gak jauh-jauh kok mainnya..." ujar Hafni bersungguh-sungguh. Namun, bagi Napisa suaminya itu pasti gak serius banget ngomongnya.
Tak lama kemudian, tim Uden dan Ewan datang memanggil bosnya. Hafni pun keluar rumah, tak lupa membawa beberapa jajanan buat dimakan mereka. Lalu tim Ayya juga datang, langsung menuju ke dalam rumah. "Halo Kak Napisa! Kakak jadi apa nanti, jadi penonton aja ya. Tapi jadi penonton spesial sih, gitu kata Kak Hafni," kata Ayya.
Napisa sedikit melongo dan bingung. Apa maksud ucapan Ayya tadi. Lalu temannya Ayya yang menjelaskan bahwa Hafni mau mengadakan lomba catur khusus untuk perempuan. Kebetulan Ayya dan temannya ini bisa dan paham dalam permainan catur. Jadi bisa jadi wasit dan juri.
"Masa Kak Hafni gak cerita ke Kakak sih?"
"Pas Kakak nanyain, dia gak mau jawab. Kadang jawab, 'nanti kamu tau kok' gitu." Sontak hal itu membuat Ayya dan temannya tertawa. Di luar sana, tepatnya di halaman, Hafni dan anak buahnya sibuk membuat lapangan khusus untuk perlombaan kelereng. Dari memotong rumput, meratakan tanahnya dan lainnya.
Setelah persiapan-persiapan itu telah selesai, mereka pun pulang ke tempat tinggal masing-masing. Napisa masih kesal dengan ulah suaminya ini. Malahan lomba ini ada dibuat namanya. Lomba Kelereng Hafni dan Catur Napisa, begitu kata Ayya menjelaskan tadi.
Hafni tak peduli istrinya ngambek dan diam saja. Hafni selalu tersenyum melihat wajah cantik Napisa. Ya tentu saja senyum jail yang dibuat-buat. Kendati begitu, Napisa tetap mau menyalami tangan Hafni dan tak menolak dipeluk suaminya tersebut, saat Hafni mau ke masjid.
***
Malam hari kini hadir, tepatnya setelah isya. Hafni menunggu sang istri agar mau duduk bersama di sofa, di ruang tamu. Napisa lalu menghampiri suaminya itu, duduk berdekatan, sangat dekat, namun wajahnya tak memandang ke arah Hafni.
"Kamu masih marah ya Sayang? Iya-iya, maafin Abang ya... Abang tau, Abang salah. Tapi masih aja suka bikin kamu kesal kan. Kamu boleh kok hukum Abang, pukul Abang, atau apa aja. Yang penting kamu mau ngomong dan senang lagi ya," tutur Hafni penuh kelembutan. Kemudian Napisa memeluk suaminya. "Aku ngantuk Bang, yuk tidur Sayang! Aku sayang Abang..." manja Napisa yang membuat Hafni semringah.
Komentar
Posting Komentar