Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 2. Mangga Muda
Selepas sholat subuh, Napisa menyiapkan sarapan pagi serta keperluan lainnya. Sedangkan Hafni sholat di masjid. Belum kembali ke rumah, mungkin mengobrol dulu dengan beberapa jama'ah pria.
Lima menit kemudian, Hafni pun datang. Napisa menyambut kedatangan suaminya dengan cara yang romantis. Salim tangannya lalu memeluknya. Hal ini sudah biasa mereka lakukan. "Sayang, kamu tau gak mimpi Abang malam tadi?"
"Ya gak tau Bang, aku kan bukan peramal..." jawab Napisa biasa saja.
"Eh bentar dulu. Apa jangan-jangan kamu lagi ngidam ya? Soalnya mimpi Abang malam tadi, liat manga muda yang belum dipetik. Pohonnya pendek di dekat rumah. Abang jadi pengen mangga itu. Tapi mungkin kamu sih yang ngidam, iya gak?" goda Hafni.
Napisa mendengus napasnya. Ilmu dari mana yang disampaikan Hafni itu. Yang mimpi suaminya, kok si istri yang disalahin. "Aneh kamu Bang. Tapi moga aja aku ngidam nanti ya... biar punya anak, hehe."
"Aamiin," ucap mereka barengan.
Hafni telah siap berangkat ke tokonya. Sebuah toko yang cukup luas, serta barang jualan yang memenuhi ruangan. Sembako adalah dagangan utama di tokonya. Hafni mempunyai dua karyawan laki-laki, sehingga istrinya tidak diajak ikut.
Napisa menyalami tangan Hafni, lalu ia dicium keningnya. Lalu berpelukan lagi. "Abang berangkat dulu ya, kamu baik-baik ya. Kalo kangen telpon aja, kalo ada sesuatu, hubungi aja suamimu tercinta ini. Iya-iya, insya Allah Abang pulang kok siang nanti, kita makan bareng ya... Oh ya untuk mangga muda, Abang sempatin cari nanti untuk kamu ya, hahah."
Napisa cuma mengangguk mengiyakan perkataan suaminya. Kalo dia bawel juga, bakal telat berangkat Hafni nanti. Lalu Hafni naik motornya sambil bersenandung, kebiasaan yang jarang ia tinggalkan. "Hati-hati Bang!" tutur Napisa pelan.
Napisa pun masuk ke dalam rumahnya. Dia mau beres-beres rumah, lalu nanti santainya bisa baca buku atau nonton tv.
Satu jam telah berlalu, ponsel Napisa berdering tanda ada yang menelponnya. "Iya, ada apa Gin?"
"Aku mau ke rumah kamu, boleh gak?" balas Ginna di seberang sana. "Insya Allah boleh kok, tapi aku bilang dulu sama suami aku biar dia tau."
Di tokonya, Hafni memanggil Uden yang selesai melayani pembeli. "Den, sini dulu!"
"Siap bos," jawabnya, "ada apa bos?" tambahnya lagi.
"Kamu tau gak dimana ada mangga muda, yang jual dimana?" ujar Hafni bertanya. Si Uden bilang tidak tau, lalu ia memanggil Ewan untuk bertanya juga. Ewan berkata kalo mangga muda sekarang ini belum berbuah, jadi langka. Hafni pun tak bertanya lagi.
Tiba-tiba telpon Hafni berbunyi. Ia segera mengangkatnya.
"Iya-iya Sayang, udah kangen ya... Abang juga kangen loh. Atau mau tanya udah dapet mangga mudanya ya? Maaf ya Abang udah tanya-tanya tadi, cuma gak ada, gak tau, langka, belum berbuah. Pokoknya gak dapet Sayang, maafin ya..."
Napisa gregetan dengan suaminya itu. Kalo dia ngomel-ngomel pada Hafni, pasti cuma diketawain lalu dijawab 'Iya-iya' dan dibalas dengan bawelnya. Makanya Napisa lebih suka jawab singkat atau cuek ketimbang bawel melawan bawel. "Aku cuma mau bilang, kalo temanku mau kesini, Abang Sayang..."
Hafni tertawa mendengar itu. Sebelum mengizinkan, tentu Hafni memastikan dulu kalo yang datang gak ada lelakinya. Sebab Hafni salah satu tipe suami cemburuan, ditambah bawel dan nyebelin. "Makasih ya Bang," ucap Napisa setelah diizinkan.
"Iya-iya, sama-sama Sayang. Tapi kamu jangan nyuruh teman kamu itu buat jual perabotan rumah kita. Entar kita beli lagi. Oh ya Sayang, udah dulu ya... nanti bicaranya lagi. Kan Abang nanti pulang, makan siang... Dadah Sayang, hahah."
Kemudian Napisa bersiap-siap sambil menunggu kedatangan temannya, Ginna. Tak sampai dua periode pemilu, Ginna pun tiba di rumah Napisa. "Lama ya nungguin Nap? Aku tadi beli ini dulu, entah kenapa mau beli ini ya... atau jangan-jangan kamu lagi ngidam Nap?" ungkap Ginna yang membawa mangga muda.
"Enggak, enggak... Aku gak ngidam Gin. Tapi dimana kamu beli mangganya, kata suamiku gak ada yang jual atau langka gitu."
"Hehe, tuhkan suami kamu aja cariin buat kamu. Emang benar susah carinya. Ini aja mahal banget loh. Tapi kalo untuk kamu sih, gak papa atuh..."
Mereka berdua pun ngobrol panjang. Yang intinya, Ginna butuh nasihat, motivasi, masukan dan saran tentang pernikahan. Dia juga bertanya bagaimana cara mendapatkan suami yang baik seperti Hafni.
Napisa malu-malu mau jawab apa. Dalam hatinya, dia tertawa karena memang suaminya baik. Tetapi juga bawel dan nyebelin. "Ah biasa aja, moga kamu dapat suami yang cowok ya, hehe." canda Napisa, tapi Ginna tak tertawa.
Tak terasa siang pun tiba. Napisa yang pelupa berat, tak ingat kalo suaminya bakal datang. "Assalamualaikum Sayang, apa kabar? Kamu baik-baik aja kan. Teman kamu udah pulang kan... Oh ya Abang gak bawa mangga muda, udah Abang bilang juga loh tadi. Kamu sih suka lupa, jadi Abang ingetin lagi."
Napisa kaget dan malu jadinya. Ginna tertawa kecil, baru tau jika temannya punya suami yang bawel begitu. Hafni tadi tak sadar jika ada orang lain di ruang tamunya. Tapi ia tak begitu malu. Malah ia langsung mendekati istrinya lalu menyodorkan tangannya agar disalami. Setelah itu Hafni memakan mangga muda yang telah dikupas, barulah ia pergi dari situ. Napisa kesal, Ginna tertawa lagi.
Komentar
Posting Komentar