Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 1. Gawat Darurat

 "Assalamualaikum... Sayang! gawat, darurat, penting. Kita harus cepat-cepat sekarang!" panik Hafni yang baru tiba ke rumahnya. Si istri, Napisa jadi bingung dengan sikap suaminya barusan. "Ada apa sih Bang, coba tenang dulu..." balas Napisa setelah menjawab salam suaminya. 


Hafni bolak-balik, menyuruh istrinya siap-siap berangkat. "Kita mau kemana sih Bang?" Napisa bertanya-tanya. "Oh ya Sayang, kamu tadi gak masak apa-apa kan? Kompor gas enggak nyala, air kran udah dimatiin. Jadi ayo kita berangkat sekarang juga!" Napisa yang masih bingung, hanya mengikuti Hafni yang buru-buru itu. 

Di motornya, Hafni melaju lebih cepat dari biasanya. Napisa pun berpegangan lebih erat agar tidak terjatuh. "Oh ya, Abang lupa... biasanya kalo naik motor gini sambil nyanyi. Kamu mau lagu apa Sayang? Biar kita ada hiburan dari suara Abang yang merdu ini, hahah."


"Gak usah Bang, fokus ke jalan aja. Kan katanya darurat!"


"Nah betul juga tuh, tapi nyanyi bentar gakpapa kali ya. Biar kamu gak ngantuk Sayang. Udah, pokoknya Kamu dengerin aja ya..." ucap Hafni lalu mulai bernyanyi. 


"Huh dasar suami nyebelin," gerutu Napisa sambil geleng-geleng kepala. 

"Sayang... kamu dengerin Abang nyanyi gak? Atau kamu mau nyanyi bareng?" Napisa tidak menjawab pertanyaan suaminya, karena sebal. Hafni pun terus bernyanyi dalam perjalanan itu. Tak terasa, sudah sampai tujuan. 


Setelah turun, langkah kaki Hafni masih terasa cepat. Susah payah Napisa mengimbangi langkah suaminya. "Haduh Kang, gimana masih anget atau dingin nih Kang?"


"Tenang atuh, udah saya ganti yang baru. Jadi masih hangat itu mah." Sahut Kang Usep. "Wah, alhamdulillah kalo gitu Kang. Saya tadi malah buru-buru. Untung istri saya juga gercep, hahaha." mereka berdua tertawa. Napisa masih bingung apa yang terjadi. 

Hafni pun mengajak istrinya agar duduk. "Udah Sayang, gak usah dipikirin. Sekarang udah aman, gak darurat lagi. Tadi Kang Usep sih bikinin baksonya terlalu cepat. Akhirnya Abang buru-buru jemput kamu. Abang tau kamu kurang suka kalo baksonya udah dingin, jadi tadi kita dalam masa gawat Sayang..." jelas Hafni panjang lebar. 


Hanya cuek yang bisa Napisa lakukan saat Hafni bawel begitu. Apalagi dia masih kesal, sebab suaminya ini nyebelin sekali. Kirain emang gawat darurat, eh ternyata cuma tentang bakso yang bisa dingin kalo lambat kesini. 

Namun jika saat makan begini, Hafni tak bicara sedikit pun. Karena itu memang adab saat makan. Beda cerita jika udah selesai makan, pasti ia mulai bawel lagi. 


"Kang tambah satu mangkok ya!"


"Oke, siap..."


Napisa tak heran jika suaminya cepat selesai makannya. Beda dengan Napisa yang masih belum habis baksonya. "Kamu mau nambah juga gak Sayang?" Napisa menggeleng, Hafni lalu ikut menggelengkan kepalanya beberapa kali, tanda ia sedang meledek istrinya itu. Wajah Napisa langsung cemberut.


"Hahaha," tawa Hafni melihat wajah imut Napisa saat cemberut begitu. Tak lama kemudian, Kang Usep membawakan satu mangkok bakso yang dipesan Hafni tadi. Ia pun kembali menyantap makanan itu. 


Tak sadar jika minuman mereka beda dari biasanya. Kali ini minuman es coklat. Napisa menatap heran suaminya. "Oh itu ya, tadi Abang minta buatin minuman coklat biar lebih mantep. Kan Abang juga tau, kamu suka coklat. Niru kesukaan Abang sih..." kali ini Napisa tersenyum.


Setelah selesai makannya, mereka pun pulang. "Sayang... maafin Abang ya!" ungkap Hafni. Saat ini kelajuan motornya lebih pelan, karena tak ada gawat darurat lagi. "Maaf kenapa Bang?"


"Ya maaf sebab Abang gak ngajak kamu makan di restoran mahal gitu. Makan yang enak, minumannya mewah disertai musik romantis. Abang belum jadi presiden sih, yah minimal jadi pejabat gitu. Jadi gak bisa makan disana ya Sayang. Nanti kalo Abang jadi pilot ya, biar kita bisa makan sate ayam..."


Napisa yang mendengar ucapan itu jadi campur aduk. Antara sedih, lucu, kesal, bingung dan pasrah. Sudah biasa ia menghadapi bawel dan nyebelinnya suami tercintanya ini. 


"Sayang, kamu mau liat bintang malam disertai terangnya rembulan gak?" rayu Hafni setelah sampai rumah.


"Emang bisa Bang? Kan masih sore, eh maksudnya senja gini?" Hafni tak menggubris, ia hanya menggandeng istrinya agar mengikutinya. Ia membawa si istri menuju jendela. "Sekarang tutup mata kamu Sayang!"


Napisa menuruti suruhan Hafni. "Tara... Liat Sayang! Abang gak bohong kan, hahah," ujar Hafni setelah menunjukkan gambar bintang dan bulan di ponselnya. 

Walau Napisa kesal dengan Hafni, dia kemudian memeluk suaminya dengan erat. "Iya-iya Abang sayang kamu kok. Abang usahakan untuk menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab ya. Walau bisa nyebelin juga, hahah."


"Oh ya Sayang, jangan bosan do'akan Abang ya. Biar selalu dalam kebaikan dan ketaatan. Juga biar Abang setia, gak nikah lagi, gak mau punya istri lagi. Cukup kamu aja ya..."


Napisa meng-aminkan do'a suaminya tadi. Dia bersyukur mendapatkan suami begini, meskipun bawel dan nyebelin. 

Napisa melepaskan pelukannya, dia mulai sedih dan siap untuk menangis. "Bang, kita udah satu tahun menikah. Tapi belum punya anak. Aku belum bisa jadi ibu dari anak-anak kamu Bang. Apa kamu masih bisa sabar nantinya, atau malah-"


"Shut shut shut, gak boleh ngomong gitu Sayang. Sini Abang jelasin ya..." Hafni pun dengan bawelnya meyakinkan istrinya agar tenang. Ia juga mengatakan kalo saat ini belum punya anak, berarti masih banyak waktu buat berdua dulu, romantisan dulu lebih lama tanpa diganggu anak-anak. Dan akhirnya Napisa menjadi tenang. Mereka pun berpelukan lagi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sana Poligami!

SBDN Bab 11. Kok Bisa Setia?

Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 8. Diundang Podcast