Kisah Pangeran Terbuang. Bab 8


Aku hanya diam, mengamati kehancuran seorang pria yang dulu dihormati oleh seluruh kerajaan. Namun, ada sesuatu yang tidak biasa dalam kata-katanya.


“Istrimu?” tanyaku, mencoba mencari celah dalam kekacauan emosinya.


Dia mengangguk, matanya yang basah menatapku. “Liana, dia mirip sekali dengan mendiang permaisuriku. Senyumnya, caranya bicara, semuanya. Aku… aku mencintainya.”


Kata-kata itu membuat pikiranku berputar. Cinta? Kepada Liana? Sesuatu tentang ini terasa sangat salah. Tapi sebelum aku bisa memikirkan lebih jauh, sesuatu yang dingin dan gelap merayap di ruangan itu.


Dari bayangan di belakang sang raja, sesosok makhluk muncul. Sosok itu tinggi, anggun, dengan sayap hitam yang melengkung di punggungnya. Kulitnya pucat, dan matanya bersinar merah seperti bara api.


“Apa yang kau lakukan, Yang Mulia?” suara lembut namun penuh racunnya memenuhi ruangan.


Raja berbalik dengan wajah ketakutan. “Aku… aku hanya ingin tahu apa yang dia tahu!”


Makhluk itu mendekat, menempatkan tangannya di pundak sang raja. “Tenanglah. Aku akan mengurus ini.”


Aku menatapnya dengan tajam. Dia malah tersenyum. “Penyihir, aku tahu siapa kau. Aku tahu apa yang kau lakukan di sini. Dan aku akan memberimu satu peringatan, jangan ikut campur!”


Ketegangan di udara begitu tebal. Tapi aku tidak menunduk. Omong kosong ini, “memangnya kenapa?” tanyaku.


Senyumnya melebar, menampilkan deretan gigi tajam seperti pedang. “Maka kau akan bernasib sama seperti Malyster.”


Kematian Malyster tiba-tiba terasa seperti bagian dari teka-teki yang lebih besar. Makhluk ini pasti yang membuatnya dieksekusi.


Saat dia berbalik untuk menghilang kembali ke bayangan, pikiranku mulai bekerja. Aku memeras otakku, menghubungkan setiap titik dari peristiwa yang terjadi. Kematian Malyster, pencarian Mera, perseteruan antara Eryn dan Raja, dan bahkan penculikan Liana—semua ini terasa seperti bagian dari rencana besar.


Benar seperti kata Malyster, Raja telah dikendalikan. Tapi untuk apa? Agar Raja tidak merana lagi? Ah mana mungkin. Untuk menghancurkan kerajaan? Ini lebih masuk akal. Tapi, kenapa masalahnya cuma sesederhana ini? Kurasa, pangeran Eryn bersama grupnya sudah cukup untuk mengalahkan makhluk ini, bahkan mereka mendapat bantuan Chimera, monster yang cukup kuat. Anggap saja jika aku dan Kael tidak dihitung. Tapi dia malah kabur menculik Liana. 


Malyster... Pantas saja kau mati duluan. Ada banyak sekali pertanyaan yang ku punya untukmu. Atau kubangkitan saja dia, ah jangan. Nanti malah aku yang jadi musuh kerajaan ini.


Saat aku duduk di lantai penjara, pikiranku hanya bisa berfokus pada dua pilihan; duduk termenung disini menunggu diselamatkan mereka atau kabur saja dengan paksa sambil mengacaukan kerajaan yang kacau ini.


***


Malam di hutan terasa semakin mencekam. Kabut tipis menggelayut, memantulkan bayangan api unggun yang redup. Ketegangan menggantung di udara seperti busur yang ditarik hingga batasnya.  


Kael berdiri dengan tangan menyilang, tombaknya bersandar di bahunya. Wajahnya penuh dengan kemarahan dan rasa frustrasi yang tak lagi bisa ia pendam. "Aku muak dengan semua ini!" serunya, suaranya menggema di tengah malam. "Sekarang apa? Biarkan Ark mati seperti Malyster?!"


"Jaga mulutmu, Kael!" Valoric balas membentak, tangannya sudah memegang gagang pedangnya. "Ark adalah bagian dari kelompok ini. Kami tidak akan meninggalkannya!"  


Kael melangkah maju, menatap Valoric dengan tajam. "Oh, benarkah? Lalu apa rencanamu, ksatria? Pergi ke istana dan bunuh diri bersama dia? Kau bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi di kerajaan ini!"


"Berhenti!" suara Lirien memecah keributan. Wajahnya terlihat lelah, seperti beban dunia telah menggerogotinya. "Kael benar… Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi. Tapi bukan berarti kita bisa menyerah begitu saja."  


Kael menatap Lirien dengan dingin. "Dan kau, Lirien? Apa rencana dari orang yang paling lemah disini?"


Lirien terdiam, matanya menunduk. Kata-kata Kael seperti pisau yang menghujam dadanya. Tapi ia tidak membantah, hanya menggenggam busurnya lebih erat.  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sana Poligami!

SBDN Bab 11. Kok Bisa Setia?

Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 8. Diundang Podcast