Kisah Pangeran Terbuang. Bab 7
Kael hanya tertawa, menjatuhkan beberapa penjaga dengan pukulan kuat dari gagang tombaknya. Keributan ini cukup menarik perhatian sehingga kami berhasil menyelinap masuk ke dalam istana tanpa terlihat.
Di dalam istana, kami berpencar seperti yang direncanakan. Lorong-lorong istana gelap dan sunyi, hanya diterangi cahaya obor yang redup. Aku merasa hawa dingin merayap di kulitku, entah karena suasana atau rasa cemas.
Aku menyusuri lorong panjang dan memeriksa tiap ruangannya. Tak diduga, aku malah menemukannya. “Putri Liana,” bisikku, "benarkah kau Putri Liana?"
Dia menoleh dengan kaget, matanya membelalak. “Siapa kau?!”
Saat pandangan kami bertemu, aku langsung sadar kenapa pangeran jatuh cinta. Namun, aku merasakan sesuatu yang lain. “Aku teman pangeran, kami datang untuk menculikmu,” jawabku, “nah, sekarang masuk ke karung ini. Aku akan membawamu keluar .”
Putri Liana mengerutkan kening, wajahnya menunjukkan perpaduan antara keterkejutan dan penghinaan. “Apa? Kau ingin aku masuk ke karung itu?!”
“Ya tentu saja,” jelasku serius. “Dan cepatlah!.”
“Tidak mungkin,” jawabnya tegas.
Sebelum perdebatan bisa berlangsung lebih jauh, Lirien muncul di ambang pintu, wajahnya penuh kelelahan. “Ark, apa yang kau lakukan?” Lirien menghela napas panjang. “Liana, tidak ada waktu untuk ini. Kita harus pergi sekarang.”
Dengan bantuan Lirien, kami akhirnya berhasil membawa Putri Liana keluar dari kamarnya. Namun, pelarian kami tidak semulus yang direncanakan.
Saat kami mendekati titik pertemuan, penjaga akhirnya menyadari keberadaan kami. Suara peluit melengking memenuhi udara, dan langkah kaki berat menggema di seluruh istana.
“Cepat!” teriak Eryn, memimpin kami menuju pintu keluar rahasia.
Kael, yang kembali dari aksinya, muncul dengan wajah penuh kemenangan. “Aku sudah menarik perhatian cukup lama. Apa kita sudah punya putri?”
“Aku di sini,” jawab Liana, meskipun wajahnya masih terlihat tidak senang dengan situasi ini.
Namun, sebelum kami bisa mencapai pintu keluar, sebuah regu penjaga mengepung kami. Pertempuran sengit pun tak terelakkan.
Mera melompat ke depan, berubah menjadi wujud chimera kecilnya, menerkam penjaga dengan cakar tajam dan napas api kecilnya. Kael dan Valoric bertarung bahu-membahu, menciptakan celah bagi kami untuk kabur.
Saat semua orang berhasil melarikan diri, aku menahan penjaga terakhir untuk memberi mereka waktu. Namun, aku tidak seberuntung mereka. Penjaga akhirnya berhasil menangkapku.
***
Gelap. Lembab. Bau besi karat memenuhi udara. Penjara ini bukan sekadar tempat pembuangan, ini adalah lubang untuk mematahkan harapan. Aku duduk bersandar di dinding, tangan dan kaki terbelenggu rantai. Tubuhku terasa remuk setelah pertempuran tadi, tapi jujur saja, aku sudah mati rasa sejak lama.
Aku mendongak ketika suara langkah berat mendekat. Suara kunci berputar memecah keheningan, dan pintu besi besar itu terbuka. Di ambang pintu, berdiri Raja Everwood sendiri, mengenakan jubah kebesarannya. Namun, tatapan matanya jauh dari kebesaran—ada sesuatu yang kosong, rusak.
“Penyihir,” suaranya menggelegar, penuh amarah yang disertai kehancuran. “Apa yang kau rencanakan dengan menculik Liana?”
Sebelum aku sempat menjawab, dia melangkah maju dan menarik kerahku, membenturkanku ke dinding. Bruk!
“Kau bekerja untuk Eryn, bukan? Kau ingin menghancurkan apa yang tersisa dari kerajaan ini?” teriaknya, tangannya gemetar saat mencengkramku.
“Haha, mungkin saja,” jawabku datar, aku sengaja memancingnya.
Dia melepaskanku dengan kasar, membanting tubuhku kembali ke lantai. Lalu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Raja Everwood, seorang pria yang dikenal tegar dan penuh wibawa, mulai menangis. Tangisannya lirih pada awalnya, kemudian berubah menjadi jeritan penuh penyesalan.
“Aku kehilangan segalanya,” gumamnya, suaranya kini bergetar. “Istriku dan kini anakku…”
Komentar
Posting Komentar