Kisah Pangeran Terbuang. Bab 5

 

Eryn memanfaatkan momen itu. Dengan teriakan penuh semangat, ia menyerang dari bawah, pedangnya menyala biru karena energi magis yang ia alirkan. Bilah pedangnya menggores perut Chimera, membuat makhluk itu meraung kesakitan.  


Namun Chimera bukanlah makhluk biasa. Dengan kekuatan luar biasa, ia menghancurkan es yang membelenggu kakinya dan melompat mundur. Tubuhnya kini diselimuti api biru yang menyala-nyala.  


“Ini tidak akan mudah,” gumamku, lalu menciptakan dinding es sebagai perlindungan saat Chimera menyerang lagi.  


Chimera melepaskan nafas api dari mulut singanya, menghantam dinding es yang kubuat. Panasnya luar biasa, menyebabkan es itu meleleh dalam hitungan detik. Di belakang dinding, Valoric berdiri dengan pedangnya terangkat tinggi. “Ark, siapkan seranganmu lagi!” serunya.  


Aku mengangguk dan memusatkan sihir di tongkatku, menciptakan tombak es yang berkilauan. Di saat yang sama, Eryn dan Valoric bekerja sama untuk menyerang dari dua sisi. Eryn menyerang kaki Chimera, berusaha melumpuhkannya, sementara Valoric menggunakan perisainya untuk memancing perhatian makhluk itu.  


“Sekarang!” teriak Valoric.  


Aku melemparkan tombak esku tepat ke dada Chimera. Tombak itu mengenai sasarannya, membuat makhluk itu terhuyung. Kael, yang sudah pulih dari hantaman sebelumnya, melompat ke punggung Chimera, menusukkan tombaknya dengan kekuatan penuh.  


Tapi Chimera masih belum menyerah. Ia mengibaskan tubuhnya, membuat Kael terlempar kembali. Dengan nafas berat, makhluk itu membuka rahangnya lebar-lebar, mengumpulkan energi yang berkilauan di udara.  


“Semua orang, mundur!” teriak Eryn.


Namun Lirien tidak sempat bereaksi. Cahaya itu dilepaskan dalam ledakan besar, menghancurkan sebagian gua. Batu-batu berjatuhan dari langit-langit, dan Lirien terjebak di bawah puing-puing.  


“Lirien!” seru Valoric, wajahnya penuh kepanikan. Ia berlari ke arahnya, melindunginya dengan tubuhnya saat batu-batu terus berjatuhan.  


Aku kembali mengangkat tongkatku, menciptakan perisai es di atas mereka. “Kalian aman untuk sekarang, tapi kita harus menyelesaikan ini!”  


Eryn, dengan luka di tubuhnya, menyerang sekali lagi. Kali ini, ia mengarahkan pedangnya langsung ke mata Chimera. Cahaya biru menyelimuti pedangnya saat ia mengerahkan seluruh kekuatannya.  


“Untuk Everwood!” teriaknya, dan bilah pedang itu menusuk mata kanan Chimera. Makhluk itu meraung keras, api di tubuhnya memudar.  


Chimera terjatuh, tubuhnya gemetar. Tapi alih-alih melawan lebih jauh, ia tertawa—suara berat yang menggema di seluruh gua.  


"KALIAN TERNYATA BISA MEMBERIKU PERTARUNGAN YANG MENYENANGKAN." Ia kembali menatap Eryn, meskipun salah satu matanya kini berdarah. "TAPI APAKAH KAU BENAR-BENAR SIAP UNTUK KEBENARAN? KEBENARAN ITU LEBIH MENYAKITKAN DARIPADA LUKA DI TUBUHMU."


Eryn tidak menjawab, napasnya terengah-engah.  


Chimera berdiri, tubuhnya perlahan kembali ke wujud kucing kecil. “Aku akan membantu kalian,” katanya, suaranya kini terdengar lebih tenang dan nyaring. “Tapi ingat, bantuan ini bukan tanpa harga. Aku ingin melihat apakah jiwa kalian cukup kuat untuk menghadapi kenyataan.”  


Dengan kalimat itu, Chimera—atau Mera—melompat ke bahu Eryn, duduk dengan tenang. “Perjalanan ini baru saja dimulai. Bersiaplah, manusia kecil.”


***


Setelah Chimera, atau Mera, bergabung dengan kami, perjalanan menuju Kerajaan Everwood terasa lebih berat dari sebelumnya, terutama bagi Eryn. Namun, dia terus maju, meskipun bayangan raja yang kini menjadi musuhnya tak henti-hentinya membayangi langkahnya.  


Ketika kami tiba di sebuah desa kecil di pinggiran kerajaan, kami disambut oleh keramaian pasar. Namun, suasana berubah tegang ketika seorang pria berjubah gelap mendekati kami. Wajahnya tersembunyi di balik tudung, dan suaranya serak saat berbicara.  


   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sana Poligami!

SBDN Bab 11. Kok Bisa Setia?

Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 8. Diundang Podcast