Kisah Pangeran Terbuang. Bab 4


Lirien memandang Eryn dengan cemas. "Pangeran, apakah kita masih akan melanjutkan pencarian ini? Jika Mera benar-benar Chimera, itu bisa membahayakan semua orang."


Eryn menggenggam pedangnya erat, menatap ke arah ukiran Chimera seolah ingin menantangnya. "Aku tidak peduli apa pun itu. Jika ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan Putri Liana dan kerajaan, aku akan melakukannya."


Aku menghela napas panjang, menggenggam tongkatku. "Kalau begitu, sebaiknya kita bersiap. Mencari Chimera bukanlah tugas yang mudah. Dan aku yakin, jika Malyster benar, Mera tidak akan sekadar menunggu kita dengan damai."


Tanpa disadari, bayangan besar bergerak di balik reruntuhan, seolah mengintai kami.


***


Kami masuk semakin jauh ke dalam reruntuhan, aura magis yang kuat menyelimuti tempat ini, membuat tubuh kami bergetar.


Eryn melangkah maju dengan hati-hati, tangannya menggenggam erat pedangnya. "Mera pasti ada di sini," gumamnya.


"Atau sesuatu yang lebih buruk," sahut Kael, senyum tipis menghiasi wajahnya.


Saat kami masuk lebih dalam, suara gemuruh menggema melewati batu-batu disekitar. Tiba-tiba, cahaya biru terang muncul, dan seekor kucing kecil berbulu putih berdiri di tengah lingkaran magis di tanah.


"Itukah Mera?" tanya Lirien, matanya berbinar.


Namun, sebelum ada yang sempat menjawab, tubuh kucing itu berubah. Dalam hitungan detik, ia menjelma menjadi Chimera raksasa—makhluk dengan kepala singa, tubuh kambing, dan ekor ular yang bergerak liar. Matanya menyala seperti dua bara api. 


"SIAPA DI ANTARA KALIAN YANG BERANI MEMASUKI TEMPATKU?" suaranya bergema, berat dan memekakkan telinga.


Kami semua terpaku. Chimera itu menatap Eryn, Valoric, dan Lirien bergantian.


"KAU!" ia menunjuk Eryn dengan cakarnya. "APA YANG KAU CARI DI SINI? APAKAH KAU MENCARI CINTA ATAU KEKUASAAN?"


Eryn menelan ludah, tangannya gemetar di gagang pedangnya. "Aku... Aku ingin menyelamatkan Putri Liana. Aku ingin kebenaran."


Chimera mendengus, lalu beralih pada Valoric. "DAN KAU, KSATRIA. APAKAH KAU AKAN MENGORBANKAN SEGALANYA UNTUK ATURANMU? ATAU UNTUK CINTAMU?"


Valoric tidak langsung menjawab, wajahnya tegang.


Akhirnya, ia menunduk. "Aku... Aku tidak tahu."


Lirien adalah yang terakhir ditatap. "GADIS KECIL. APAKAH KESETIAANMU KEPADA PANGERAN ITU BENAR-BENAR MURNI? ATAU HANYA KARENA CINTA BUTAMU?"


Lirien terdiam, air mata menggenang di matanya.


Namun Chimera tidak memandangku atau Kael. Aku tahu, dia tidak peduli pada kami. Dia hanya menguji jiwa-jiwa yang menurutnya memiliki sesuatu untuk dipertaruhkan.


Tanpa peringatan, Chimera meraung, mengguncang seluruh gua. Ia menerjang dengan kecepatan yang mustahil untuk ukuran tubuhnya, cakarnya menghantam tanah dan menciptakan gelombang kejut yang membuat kami terlempar ke belakang.  


Eryn langsung berdiri, menggenggam pedangnya erat-erat. “Semua orang, jangan terpencar!” serunya, meskipun suaranya hampir tenggelam dalam gemuruh.  


Chimera mengayunkan cakarnya ke arah Lirien yang masih terhuyung. Valoric melompat di depannya, mengangkat perisai dengan kekuatan penuh untuk menahan serangan. Dentuman keras terdengar saat cakarnya menghantam perisai, membuat Valoric terdorong beberapa langkah ke belakang.  


“Aku butuh celah!” teriak Kael sambil menghunus tombaknya. Ia melompat ke udara, mencoba menusukkan senjatanya ke kepala Chimera, tetapi makhluk itu memutar tubuhnya dengan kelincahan mengejutkan. Ekor ularnya melesat seperti cambuk, menghantam Kael di tengah lompatan dan membuatnya terhempas ke dinding gua.  


“Kael!” teriak Eryn, tapi ia tak punya waktu untuk membantu. Chimera sudah melompat ke arahnya, rahangnya terbuka lebar, siap mengoyak tubuhnya.  


Aku mengangkat tongkatku, memusatkan sihir es ke dalam lingkaran sihir yang menyelimuti tanah. "Tahan dia!" seruku. Es menjalar cepat di sepanjang lantai gua, membekukan kaki Chimera untuk sesaat.  


Bersambung...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sana Poligami!

SBDN Bab 11. Kok Bisa Setia?

Suami Bawel dan Nyebelin. Bab 8. Diundang Podcast