Kisah Pangeran Terbuang. Bab 3
Aku terdiam sejenak. Reruntuhan Kuil Hitam bukan tempat yang ramah. Tempat itu penuh dengan jebakan, monster, dan legenda kelam.
Pangeran Eryn terlihat ragu. "Reruntuhan Kuil Hitam? Dimana itu?"
"Itulah sebabnya tuan Malyster mengutusku," jawabannya, "aku hanya punya peta ini dan aku tidak bisa ikut dengan kalian. Kondisi kerajaan semakin kacau. Kalian harus cepat!"
Pangeran Eryn mengambil peta itu. "Baiklah, terimakasih, kami akan bergegas ke Reruntuhan Kuil Hitam. Tapi untuk malam ini, kami harus istirahat, kau boleh pergi," orang itu kemudian langsung pergi.
Malam itu, kami bersiap sambil memulihkan diri untuk perjalanan esok.
***
Hutan semakin sunyi saat malam menjelang. Udara dingin membungkus kami, seolah ingin menembus setiap lapisan pakaian yang kami kenakan. Pangeran Eryn dan kelompoknya, meskipun kelelahan, tampak tidak ingin berhenti. Aku memandang mereka dengan rasa ingin tahu. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, sesuatu yang tampaknya mereka sendiri belum sepenuhnya pahami.
"Kita harus mencapai desa terdekat sebelum fajar," ujar Sir Valoric dengan nada tegas. Perisainya yang besar tergantung di punggungnya, berkilauan samar di bawah cahaya bulan.
"Aku setuju," tambah Lirien. "Tapi luka Pangeran Eryn harus dirawat lebih dulu." Pangeran terluka akibat serangan monster tadi.
Aku menatap mereka dari balik jubahku, merapatkan tongkat kristalku ke tanah. "Kalau kalian terlalu memaksakan diri, bahkan pencarian kalian untuk Mera tidak akan ada artinya."
Eryn, meskipun kelelahan, mengangkat kepalanya dengan mata penuh semangat. "Mera adalah harapan terakhirku. Kalau aku tidak menemukannya, semuanya akan berakhir."
Kael mendengus dari belakang, memutar-mutar tombaknya dengan malas. "Kau terus bicara tentang Mera, tapi kau bahkan tidak tahu apa sebenarnya makhluk itu. Seekor kucing? Kenapa kucing bisa menjadi penyelamat kerajaan?"
"Malyster menyebutnya sebagai kucing dengan kekuatan magis," jawab Eryn dengan suara mantap. "Dia bilang Mera bisa membuka kebenaran yang tersembunyi di balik kehancuran ini."
"Dan kalian percaya begitu saja?" Kael tertawa keras, membuat suara langkah kami bergema di antara pepohonan.
Aku terdiam, merenungkan kata-kata Eryn. Nama "Mera" terdengar familier, seperti sesuatu yang pernah kubaca di salah satu kitab tua. Tapi kucing dengan kekuatan magis? Itu terlalu sederhana untuk sesuatu yang memiliki dampak besar.
Kami akhirnya tiba di sebuah tempat misterius di dalam hutan. Sebuah reruntuhan kuno berdiri di tengah, dengan bekas-bekas ukiran yang hampir tertelan oleh lumut. Aku merasakan aura aneh dari tempat itu—seperti ada sesuatu yang bersembunyi di dalam bayang-bayang.
Eryn duduk di salah satu batu besar, napasnya terengah-engah. Lirien dengan sigap membantunya membalut luka di lengannya. Sementara itu, aku mulai memeriksa ukiran-ukiran di reruntuhan.
"Ark, apa kau melihat sesuatu?" tanya Valoric, mendekatiku dengan sikap waspada.
Aku menyentuh salah satu ukiran, yang menggambarkan seekor makhluk dengan tubuh gabungan dari beberapa binatang—kepala singa, tubuh kambing, dan ekor ular. "Ini bukan ukiran sembarangan," gumamku.
Kael mendekat, menyipitkan mata ke arah relief. "Apa itu? Naga?"
"Bukan," jawabku perlahan, jemariku menelusuri garis-garis ukiran. "Ini Chimera. Makhluk legendaris yang dikenal memiliki kekuatan penghancur besar."
Eryn yang mendengar itu langsung berdiri meskipun tubuhnya masih lemah. "Apa kau bilang? Chimera? Itu tidak masuk akal. Malyster mengatakan Mera adalah kucing, bukan monster."
Aku menoleh padanya dengan tatapan serius. "Mungkin Malyster tidak memberitahumu semuanya. Nama 'Mera' adalah kependekan dari 'Chimera.' Jika makhluk ini yang kita cari, maka apa yang kau pikirkan sebagai penyelamat mungkin jauh lebih berbahaya dari yang kau duga."
Suasana menjadi tegang. Hanya suara angin yang terdengar di antara kami.
"Tunggu, jadi kau bilang kita sedang mencari monster legendaris?" Kael tersenyum lebar, kegembiraan terpancar di wajahnya. "Ini semakin menarik! Aku sudah lama ingin melawan sesuatu seperti itu."
"Tunggu dulu!" Valoric menyela dengan tegas. "Kita tidak tahu pasti apa Mera itu. Kita hanya punya petunjuk dari Malyster."
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar